Kecerdasan Intelektual Santri Diyah |
Proses pembelajaran
adalah suatu kegiatan mentransfer pengetahuan dan nilai-nilai dari pendidik
kepada peserta didik. Setiap proses pembelajaran akan bermuara pada prestasi
belajar. Prestasi belajar dapat diketahui melalui penilaian yang dilakukan oleh
guru untuk mengetahui keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan mengetahui keberhasilan program pengajaran yang dilakukan
guru.
Keberhasilan
peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh lembaga
pendidikan dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari tiga ranah konstruk
prilaku yaitu, kognitif, afektif dan
psikomotorik sebagaimana dirumuskan oleh Benjamin S. Bloom. Namun dalam
pelaksanaannya keberhasilan ketiga ranah ini biasanya dapat dilihat dari hasil
belajar atau prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor yang kompleks,
bila disederhanakan, faktor-faktor yang mempengaruhinya terdiri dari: (1) bahan
/input yang harus dipelajari, (2) faktor lingkungan, (3) faktor instrumental,
(4) faktor kondisi individu yang belajar.[1]
Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi
oleh bahan yang dipelajari, karena masing-masing bahan memiliki
karakter-karakter khusus yang menuntut cara belajar yang berbeda-beda.
Perangkat keras dan lunak yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pengajaran ikut pula menentukan derajat prestasi belajar yang dapat dicapai
individu. Faktor lingkungan fisik dan
sosial juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar. Di samping itu juga,
kondisi individu merupakan faktor
penting dalam kegiatan belajar yang mempengaruhi prestasi belajar,
karakteristik individu yang berbeda menciptakan prestasi belajar yang berbeda
pula. Kondisi ini dapat dibedakan antara kondisi fisik dan kondisi psikis.
Kondisi fisik antara lain kondisi kesehatan secara umum yaitu kondisi panca
indera seperti mata dan telinga. Kondisi psikis antara lain meliputi kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional,
bakat, minat, motivasi, perhatian, kepribadian, kematangan dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut di atas seperti bahan,
sarana, lingkungan, kecerdasan emosional, faktor kecerdasan intelektual
individu juga mempengaruhi prestasi belajar. Kecerdasan intelektual dipengaruhi
oleh beberapa faktor, menurut Crow dan Crow mencatat bahwa perbedaan kecerdasan
intelektual dipengaruhi oleh sedikitnya dua faktor. Dari penelitian para
sarjana biologi dan psikologi, ia mengemukakan bahwa warisan biologis atau
pembawaan heriditas memberi pengaruh yang berarti pada kecerdasan intelektual. Disamping itu
faktor pengalaman atau lingkungan mempunyai arti penting dalam
mengembangkannya. Kemungkinan terjadi bahwa faktor pembawaan yang mempengaruhi
kecerdasan intelektual akan memperlihat diri lebih tajam selama tahun-tahun
permulaan sekolah sampai usia 12 tahun, selama faktor – faktor pengalaman dari
lingkungan belum sedemikian kuat sebagai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadapnya. Melihat keterkaitan erat faktor pembawaan dan pengalaman atau
lingkungan, sulit untuk menyangkal bahwa kecerdasan intelektual tidak
ditentukan oleh kedua faktor tersebut Crow[2].
Hendaknya
patut diketahui bahwa prestasi belajar yang dapat dicapai oleh peserta didik
selalu paralel dengan tingkat kecerdasan intelektualnya. Berbagai studi telah
dilakukan para ahli psikologi juga membuktikan bahwa individu yang cerdas akan
memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan yang dapat
dicapai oleh individu yang kurang cerdas dalam situasi belajar yang sama.
Penelitian yang dilakukan oleh Lamson membuktikan bahwa
prestasi belajar yang dapat dicapai setiap individu berbanding lurus dengan
tingkat kecerdasan intelektualnya. Kesimpulan yang diperoleh Lamson dari
penelitian terhadap siswa-siswa berbakat dalam ujian yang diselenggarakan oleh New York
Regent membenarkan pendapat umum bahwa anak cerdas dapat memperoleh
prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang dapat
dicapai anak kurang cerdas dalam situasi belajar yang sama.[3]
Thorndike dan Hagen
mencoba menyimpulkan hubungan tes kecerdasan intelektual dengan prestasi
belajar. Kesimpulan ini didasarkan pada ritus penelitian mengenai tes
kecerdasan intelektual dan prestasi belajar, yaitu: (1) Ada korelasi yang kuat antara skor tes
kecerdasan intelektual dengan prestasi harian di kelas. Angka korelasi yang
ditemukan menunjukkan antara 0,50 sampai dengan 0,60, (2) Ditemukakan korelasi
tes kecerdasan intelektual dengan prestasi belajar yang lebih tingggi disekolah
dasar dari pada di sekolah menengah, dan kesimpulan yang sama juga terjadi di sekolah
menengah lebih tinggi dari pada perguruan tinggi, (3) Keberhasilan belajar di
jenjang pendidikan sebelumnya mempunyai korelasi dengan prestasi belajar di jenjang pendidikan berikutnya sama atau lebih tinggi
dibanding dengan skor tes kecerdasan intelektual, (4) Tes kecerdasan
intelektual berkolerasi lebih tinggi dengan tes prestasi belajar standar dari
pada dengan nilai harian dikelas, (5) Tingkat korelasi antara tes kecerdasan
intelektual dengan prestasi belajar lebih ditentukan oleh jenis bidang studi[4].
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
intelektual mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar siswa.
Dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran mutlak diperlukan kecerdasan
intelektual.
Keberhasilan
dan prestasi yang diraih oleh siswa baik dalam konteks pendidikan maupun dalam
kehidupan sehari-hari tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor kecerdasan intelektual saja tetapi faktor
kecerdasan emosioanal pun ikut menentukan, hal ini terbukti banyak orang yang
memiliki kecerdasan intelektual
belajar pada orang yang memiliki
kecerdasan emosional. Kecerdasan emosioanal dapat diartikan kepiawaian,
kepandaian dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam
berhubungan dengan orang lain di sekeliling mereka dengan menggunakan seluruh
potensi psikologis yang dimilikinyanya seperti inisiatif, empati, adaptasi,
komunikasi, kerjasama dan kemampuan persuasif yang secara keseluruhan telah
mempribadi dalam diri seseorang.[5]
Dalam rangka
mengarahkan emosi-emosi tersebut untuk menjadi potensi yang positif, maka perlu
adanya upaya ataupun langkah-langkah yang dilaksanakan. Upaya tersebut akan
mampu melahirkan kecerdasan emosional dari diri seseorang, dan akhirnya dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Kecerdasan emosional (Emotional Quatient) itu dalam wacana Alquran dikenal
dengan konsep akhlakul karimah.[6]
Kecerdasan
intelektual (IQ) biasa dipandang sebagai indikator utama kesuksesan seseorang,
tetapi sekarang IQ ternyata tidak satu-satunya alat dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang,
orang-orang yang IQ nya sedang-sedang saja sering mampu mencapai
kesukses yang luar biasa, disebabkan EQ
nya tinggi. Bagi mereka yang IQ dan EQ nya
tinggi merupakan aset yang sangat berharga. Bila seseorang EQ nya
rendah, maka dia kurang bisa mencapai kesuksesan pribadi.[7]
Menurut
Goleman prosentase kontribusi IQ dalam menunjang kesuksesan seseorang tak lebih
dari 20% ; sisanya yang 80% didukung
oleh faktor- faktor lainnya, termasuk kecerdasan emosional.[8] Lebih
lanjut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Goleman bahwa peran IQ dalam
keberhasilan seseorang hanya menempati posisi kedua sesudah kecerdasan
emosional dalam menentukan peraihan prestasi puncak dalam pekerjaan.[9] Demikian
juga menurutnya proses belajar tidak berlangsung terpisah dari perasaan anak
(emosi) Dalam proses belajar, kemahiran emosi sama pentingnya dengan petunjuk
mempelajari matematika dan membaca.[10]
Menurut
Damasio yang dikutip oleh Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence[11], otak
emosional sama terlibatnya dalam pemikiran seperti halnya keterlibatan otak
nalar. Dalam artian tertentu kita mempunyai dua otak, dua pikiran dan dua
kecerdasan yang berlainan: kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional. Lebih
lanjut ia menekankan keberhasilan kita dalam kehidupan ditentukan oleh keduanya
tidak hanya oleh IQ, tetapi kecerdasan emosional pun turut berperan, sungguh intelektualitas tak dapat
bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa
kecerdasan emosional.
Siswa merupakan
salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di Aceh Utara yang didalamnya
terdapat dua madrasah yaitu madrasah Tsanawiyah dan madrasah Aliyah, dalam
operasionalnya mengacu kepada kurikulum salaf dan khalaf. Salaf dalam
pengertian di sini adalah mengacu pada kurikulum yang digunakan oleh
dayah-dayah salafi (tradisionil) yang ada di Aceh, sedangkan khalaf ialah dalam
pelaksanaan pendididkan madrasah menggunakan
kurikulum Departemen Agama. Dayah ini menerapkan sistem asrama dengan jadwal
belajar pagi mulai jam 6.00 sampai 7.00 belajar mufradat, jam 7.30 sampai
dengan 13.00 wib (belajar di madrasah), jam 17.00 sampai dengan 18.00 wib
belajar mandiri, jam 19.30 sampai dengan
22.00 wib belajar kitab kuning (salaf),
Siswa dalam
pencapaian tujuan pendidikannya tetap mengacu pada tiga ranah pendidikan yakni,
ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik, dalam pencapaian ketiga
ranah ini tentunya tidak terlepas dari
pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional siswa, penilaian kedua
hal ini dapat dilihat dari hasil belajar baik melalui evaluasi maupun sikap
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut pengamatan sementara penulis dalam
mencapai prestasi peserta didik erat
hubungannya dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang
dimiliki mereka, mengingat jadwal belajar yang begitu padat hubungan kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional dalam meraih prestas jelas ada. Namun
untuk mengetahui seberapa besar hubungan tersebut, Penulis tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut apa yang lebih dominan dalam pencapaian prestasi dimaksud,
kecerdasan intelektual atau kecerdasan
emosioanal.
Dari uraian
diatas menunjukkan betapa pentingnya peran kecerdasan inteletual dan kecerdasan
emosional dalam kesuksesan proses pembelajaran. Jika hanya menggunakan
kemampuan intelektual saja tanpa memperhatikan kemampuan emosional cenderung
dalam mengatasi masalah bersikap analitis dan tidak mempertimbangkan hal-hal
yang berhubungan dengan perasaan. Jadi kedua kecerdasan tersebut pada
prinsipnya sangat mempengeruh kesuksesan belajar.
Beberapa
informasi dan pengalaman di atas tentu saja tidak dapat diterima begitu saja,
sehingga penelitian ini menarik untuk dikaji lebih lanjut, melalui penelitian
yang berjudul “Hubungan Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional dengan
Prestasi Belajar siswa”.
[1]Sumardi Suryabrata, Psikologi Belajar Dalam Kumpulan Materi Dasar Pendidikan Program
Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1984-1985) dikutip oleh Tien
Supartinah, Kontribusi Inteligensi dan
self Esteem terhadap Prestasi Akademik
Mahasiswa Pendidikan Dunia Usaha FKIP-UNS, Jurnal Pendidikan, No. 12, h. 205.
[2] Laster D.Crow & Alice Crow, Education Psyicology, terj. Z. Kasijan, Psikologi Pendidikan (Surabaya: Bina
Ilmu, 1984, h. 205.
[3]E.E. Lamson, “High School Achievement of 56 Gifted Children“, Journal of Genetic
Psyichology, 47/1935, h. 233-238, dikutip dalam Lester D.Croww & Alice
Crow, Educational Psyichology, terj.
Z.Kasijan, Psikologi Pendidikan (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), h. 233.
[4]Robert
T.Thorndike & Elizabeth Hagen,
Measurement and Evluation in Psychology and Education, 2nd Edition (New
York: John Wiley & Sons inc, 1962), h. 246-247.
[5]Daniel
Goleman, Kecerdasan Emosional Untuk
Mencapai Prestasi (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 9.
[6] Ari Ginanjar Agustian, Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual, (Jakarta: Arga, 2001),h.xii
[7]Patricia
Patton, EQ- Pengembangan Sukses Lebih
Bermakna, (tp. Mitra Media,2002),h. 7.
[8]Daniel
Goleman, Emotional Intelligence (Jakarta :
Gramedia, 2004), h. 44.
[9]Daniel, Emosional,
h 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar