ANALISIS KUALITATIF DALAM PENELITIAN SOSIAL
A.
Pendahuluan .
Berdasarkan
aspek filosofi yang mendasarinya penelitian secara garis besar dapat
dikategorikan menjadi dua dua macam, yaitu penelitian yang berlandaskan pada
aliran atau paradigma filsafat positivisme dan aliran filsafat postpositivisme.
Apabila penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan akhir menemukan kebenaran,
maka ukuran maupun sifat kebenaran antara kedua paradigma filsafat tersebut
berbeda satu dengan yang lain. Pada aliran atau paradigma positivisme ukuran
kebenarannya adalah frekwensi tinggi atau sebagian besar dan bersifat
probalistik. Kalau dalam sampel benar maka kebenaran tersebut mempunyai peluang
berlaku juga untuk populasi yang lebih besar. Pada filsafat postpositivisme
kebenaran didasarkan pada esensi (sesuai dengan hakekat obyek) dan kebenarannya
bersifat holistik.
Pengertian fakta maupun data dalam filsafat positivisme dan
postpossitivisme juga memiliki cakupan yang berbeda. Dalam postivisme fakta dan
data terbatas pada sesuatu yang empiri sensual (teramati secara indrawi),
sedangkan dalam postpositivisme selain yang empiri sensual juga mencakup apa
yang ada di balik yang empiri sensual (fenomena dan nomena). Menurut istilah
Noeng Muhadjir (2000: 23) positivisme menganalisis berdasar data empirik
sensual, postpositivisme mencari makna di balik yang empiri sensual.
Kedua
aliran filsafat tersebut mendasari bentuk penelitian yang berbeda satu dengan
yang lain. Aliran positivisme dalam penelitian berkembang menjadi penelitian
dengan paradigma kuantitatif. Sedangkan postpositivisme dalam penelitian
berkembang menjadi penelitian dengan paradigma kualitatif. Karakteristik utama
penelitian kualitatif dalam paradigma postpositivisme adalah pencarian makna di
balik data (Noeng Muhadjir. 2000: 79). Penelitian kualitatif dalam aliran
postpositivisme dibedakan menjadi dua yaitu penelitian kualitatif dalam
paradigma phenomenologi dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa.
Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi bertujuan mencari esensi
makna di balik fenomena, sedangkan dalam paradigma bahasa bertujuan
mencari makna kata maupun makna kalimat serta makna tertentu yang
terkandung dalam sebuah karya sastra.
B. Konsep dan Ragam Penelitian Kualitatif.
Istilah
penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986: 9) pada mulanya bersumber
pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif.
Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu.
Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang
menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu pengamat pengamat mulai mencatat atau
menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan
dangkal demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif
mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase,
rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian
kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas.
Di pihak
lain kualitas menunjuk pada segi alamiah yang dipertentangkan dengan kuantum
atau jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka kemudian penelitian
kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan
perhitungan. Pemahaman yang demikian tidak selamanya benar, karena dalam
perkembangannya ada juga penelitian kualitatif yang memerlukan bantuan
angka-angka seperti untuk mendeskripsikan suatu fenomena maupun gejala yang
diteliti.
Dalam
perkembangan lebih lanjut ada sejumlah nama yang digunakan para ahli tentang
metodologi penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir. 2000: 17) seperti : interpretif grounded research,
ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik,
heuristik, hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi
metodologi penelitian postpositivisme phenomenologik interpretif.
Berdasarkan
beragam istilah maupun makna kualitatif, dalam dunia penelitian istilah
penelitian kualitatif setidak-tidaknya memiliki dua makna, yakni makna dari
aspek filosofi penelitian dan makna dari aspek desain penelitian.
1.
Filosofi Penelitian
Dari
aspek filosofi, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:
a.
Penelitian kualitatif dalam paradigma kuantitatif (positivisme)
Penelitian kualitatif jenis pertama ini menggunakan paradigma positivisme. Kriteria kebenaran menggunakan ukuran frekwensi tinggi. Data yang terkumpul bersifat kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi baik dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik. Hasil kategorisasi tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan dari berbagai aspek, baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya. Dengan kata lain data yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih lanjut secara kualitatif. Penelitian di jenjang pendidikan strata satu (S1) istilah penelitian kualitatif lebih banyak menunjuk pada pengertian jenis pertama ini. Beberapa peneliti menyebut dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif jenis pertama ini menggunakan paradigma positivisme. Kriteria kebenaran menggunakan ukuran frekwensi tinggi. Data yang terkumpul bersifat kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi baik dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik. Hasil kategorisasi tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan dari berbagai aspek, baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya. Dengan kata lain data yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih lanjut secara kualitatif. Penelitian di jenjang pendidikan strata satu (S1) istilah penelitian kualitatif lebih banyak menunjuk pada pengertian jenis pertama ini. Beberapa peneliti menyebut dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif.
b.
Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa
Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa (dan sastra) menggunakan paradigma post positisme. Penelitian kualitatif jenis kedua ini berusaha mencari makna, baik makna di balik kata, kalimat maupun karya sastra. Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa ini masih dapat dibendakan menjadi :
Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa (dan sastra) menggunakan paradigma post positisme. Penelitian kualitatif jenis kedua ini berusaha mencari makna, baik makna di balik kata, kalimat maupun karya sastra. Penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa ini masih dapat dibendakan menjadi :
1)
Sosiolinguistik yang berupaya mempelajari teori linguistik atau studi
kebahasaan atau studi perkembangan bahasa.
2)
Strukturalisme Linguistik yang berupaya mempelajari struktur dari suatu karya
sasta. Pada awalnya strukturalisme linguist disebut struturalisme otonom
atau struturalisme obyektif karena menganalisis karya sastra hanya dari
struktur karya sastra itu sendiri, tidak dikaitkan dengan sesuatu di luar karya
sastra. Strukturalisme linguist berkembang lebih lanjut menjadi strukturalisme
genetik, strukturalisme dinamik dan strukturalisme semiotik.
3)
Strukturalisme Genetik. Analisis karya sastra (dan bahasa) dalam
strukturalisme genetik lebih menekankan makna sinkronik dari pada makna
lain, seperti makna ikonik, simbolik, ataupun indeksikal. Oleh karena itu
menurut Prof. Noeng Muhadjir (2000: 304) analis struturalisme genetik perlu
mencakup tiga unsur kajian, yaitu:
a)
intrinsik karya sastra itu sendiri, b) latar belakang pengarangnya, dan c)
latar belakang sosial serta latar belakang sejarah masyarakatnya.
4)
Strukturalisme Dinamik. Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subyektif
dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosialnya, meski titik
berat analisis harus tetap pada karya sastra itu sendiri. Analisis karya
sastra menurut struturalisme dinamik mencakup dua hal, yaitu: a) karya sastra
itu sendiri yang merupakan tampilan pikiran, pandangan dan konsep dunia dari
pengarang itu sendiri dengan menggunakan bahasa sebagai tanda-tanda ikonik,
simbolik, dan indeksikal dari beragam makna, dan b) analisis keterkaitan
pengarang dengan realitas lingkungannya.
5)
Strukturalisme Semiotik. Strukturalisme semiotik adalah struturalisme yang
dalam membuat analisis pemaknaan suatu karya sastra mengacu pada semiologi.
Semiologi atau semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda dalam bahasa dan karya
sastra. Strukturalisme semiotik mengenal dua cara pembacaan, yaitu heuristik
dan hermeneutik. Pembacaan heuristik mencoba menelaah mencari makna dari kata-kata,
dari bagian- bagian, seperti Said Mahmud (Noeng Muhadjir. 2001: 101) mencari
amal shaleh menurut Al-Qur’an dengan cara mencari kata-kata kunci dalam
Al-Qur’an, dan dia menemukan 13 kata kunci. Berdasarkan 13 kata kunci tersebut
dia mendeskripsikan karakteristik amal shaleh menurut Al-Qur’an. Pembacaan
hermeneutik mencoba menelaah makna dengan melihat keseluruhan karya sastra. M.
Radhi Al-Hafid (Noeng Muhadjir. 2001: 101) mencoba mengklasterkan kisah
edukatif dalam Al- Qur’an, secara hermeneutik, dan menemukan tiga klaster,
yaitu kisah sejumlah Nabi, kisah para kaum dan kisah sketsa kehidupan.
c.
Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi
Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi berusaha memahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong. 2001: 9). Dengan kata lain penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi adalah penelitian yang berusaha mengungkap makna terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia, baik manusia dalam kapasitas sebagai individu, kelompok maupun masyarakat luas.
Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi telah mengalami perkembangan mulai dari model Interpretif Geertz, model grounded research, model Ethnographik, model paradigma naturalistik dari Guba dan model interaksi simbolik. Model paradigma naturalistik (the naturalistic method of inquiry, menurut istilah Guba) menurut Noeng Muhadjir (2000: 147) disebut sebagai model yang telah menemukan karakteristik kualitatif yang sempurna, artinya bahwa kerangka pemikiran, filsafat yang melandasinya, ataupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar merespons dan bukan sekedar menggunggat yang kuantitatif, melainkan membangun sendiri kerangka pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya. Para ahli metodologi penelitian kualitatif pada umumnya mengikuti konsep model naturalistik yang dikemukan oleh Guba. Begitu juga uraian lebih lanjut dalam tulisan ini pengertian penelitian kualitatif menunjuk pada makna kualitatif naturalistik. Moleong menggunakan istilah paradigma alamiah untuk menunjuk pada paradigma kualitatif naturalistik sebagai kebalikan dari paradigma ilmiah untuk menunjuk pada paradigma kuantitatif (Moleong. 2001: 15).
Guba (1985: 39 – 44) mengetengahkan empat belas karakteristik penelitian naturalistik, yaitu:
Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi berusaha memahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu (Moleong. 2001: 9). Dengan kata lain penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi adalah penelitian yang berusaha mengungkap makna terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia, baik manusia dalam kapasitas sebagai individu, kelompok maupun masyarakat luas.
Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi telah mengalami perkembangan mulai dari model Interpretif Geertz, model grounded research, model Ethnographik, model paradigma naturalistik dari Guba dan model interaksi simbolik. Model paradigma naturalistik (the naturalistic method of inquiry, menurut istilah Guba) menurut Noeng Muhadjir (2000: 147) disebut sebagai model yang telah menemukan karakteristik kualitatif yang sempurna, artinya bahwa kerangka pemikiran, filsafat yang melandasinya, ataupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar merespons dan bukan sekedar menggunggat yang kuantitatif, melainkan membangun sendiri kerangka pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya. Para ahli metodologi penelitian kualitatif pada umumnya mengikuti konsep model naturalistik yang dikemukan oleh Guba. Begitu juga uraian lebih lanjut dalam tulisan ini pengertian penelitian kualitatif menunjuk pada makna kualitatif naturalistik. Moleong menggunakan istilah paradigma alamiah untuk menunjuk pada paradigma kualitatif naturalistik sebagai kebalikan dari paradigma ilmiah untuk menunjuk pada paradigma kuantitatif (Moleong. 2001: 15).
Guba (1985: 39 – 44) mengetengahkan empat belas karakteristik penelitian naturalistik, yaitu:
a.
Konteks natural (alami), yaitu suatu konteks keutuhan (entity) yang tak akan
dipahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari
konteksnya.
b.
Manusia sebagai instrumen. Hal ini dilakukan karena hanya manusia yang mampu
menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas dan menangkap makna, sedangkan
instrumen lain seperti tes dan angket tidak akan mampu melakukannya.
c.
Pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan. Sifat naturalistik memungkinkan
mengungkap hal-hal yang tak terkatakan yang dapat memperkaya hal-hal yang
diekspresikan oleh responden.
d.
Metoda kualitatif. Sifat naturalistik lebih memilih metode kualitatif dari pada
kuantitatif karena lebih mampu mengungkap realistas ganda, lebih sensitif dan
adaptif terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
e.
Pengambilan sample secara purposive.
f. Analisis data secara induktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih mudah dideskripsikan. Yang dimaksud dengan analisis data induktif menurut paradigma kualitatif adalah analisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit dan dilanjutkan dengan kategorisasi.
f. Analisis data secara induktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih mudah dideskripsikan. Yang dimaksud dengan analisis data induktif menurut paradigma kualitatif adalah analisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit dan dilanjutkan dengan kategorisasi.
g.
Grounded theory.
Sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori diangkat dari empiri,
bukan dibangun secara apriori. Generalisasi apriorik nampak bagus sebagai ilmu
nomothetik, tetapi lemah untuk dapat sesuai dengan konteks idiographik.
h.
Desain bersifat sementara. Penelitian kualitatif naturalistik menyusun desain
secara terus menerus disesuaikan dengan realita di lapangan tidak menggunakan
desain yang telah disusun secara ketat. Hal ini terjadi karena realita di
lapangan tidak dapat diramalkan sepenuhnya.
i.
Hasil dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden. Hal
ini dilakukan untuk menghindari salah tafsir atas data yang diperoleh karena
responden lebih memahami konteksnya daripada peneliti.
j. Lebih menyukai modus laporan studi kasus, karena dengan demikian deskripsi realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar dari bias. Laporan semacam itu dapat menjadi landasan transferabilitas pada kasus lain.
j. Lebih menyukai modus laporan studi kasus, karena dengan demikian deskripsi realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat terhindar dari bias. Laporan semacam itu dapat menjadi landasan transferabilitas pada kasus lain.
k.
Penafsiran bersifat idiographik (dalam arti keberlakuan khusus), bukan ke nomothetik
(dalam arti mencari hukum keberlakuan umum), karena penafsiran yang berbeda
nampaknya lebih memberi makna untuk realitas yang berbeda konteksnya.
l.
Aplikasi tentatif, karena realitas itu ganda dan berbeda.
m. Ikatan konteks terfokus. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhan tidak dihilangkan, tetap terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari nilai lokalnya.
m. Ikatan konteks terfokus. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhan tidak dihilangkan, tetap terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari nilai lokalnya.
n.
Kriteria keterpercayaan. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan
ditandai dengan adanya validitas dan reliabilitas, sedangkan dalam kualitatif
naturalistik oleh Guba diganti dengan kredibilitas, transferabilitas,
dependabilitas dan konfirmabilitas.
2.
Desain Penelitian
Berdasarkan desain penelitian yang disusun, penelitian
kualitatif dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Desain penelitian
kualitatif non standar
Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar, artinya ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan penelitian dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya masalah, membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang relevan, mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau rekomendasi. Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan reliabilitasnya, baik dari segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika penulisan sudah terstandar, yaitu: Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan/batasan masalah, dst.). Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, hipotesis/pertanyaan penelitian). Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik analisis data). Bab IV. Hasil penelitian. Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran).
Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar, artinya ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan penelitian dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya masalah, membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang relevan, mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau rekomendasi. Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan reliabilitasnya, baik dari segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika penulisan sudah terstandar, yaitu: Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan/batasan masalah, dst.). Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, hipotesis/pertanyaan penelitian). Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik analisis data). Bab IV. Hasil penelitian. Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran).
Desain penelitian kualitatif non standar sebetulnya menggunakan
standar seperti kuantitatif tetapi bersifat flesibel (tidak kaku). Dengan kata
lain model ini merupakan modifikasi dari model penelitian paradigma
positivistik kuantitatif dengan menyederhanakan sistematika ataupun menyatukan
bebarapa bagian dalam bab yang sama, misalnya memasukkan metode penelitian
dalam bab I . Desain penelitian kualitatif non standar ini digunakan untuk
penelitian kualitatif dalam paradigma positivistik dan penelitian kualitatif
dalam paradigma bahasa.
b. Desain penelitian kualitatif
tentatif.
Model ini sama sekali berbeda dari model-model di atas.
Desain penelitian terstandar dan non standar disusun sebelum peneliti terjun ke
lapangan dan dijadikan sebagai acuan dalam mengadakan penelitian, sedangkan
desain penelitian tentatif disusun sebelum ke lapangan juga tetapi setelah
peneliti memasuki lapangan penelitian, desain penelitian dapat berubah-ubah
untuk menyesuaikan dengan kondisi realitas lapangan yang dihadapi. Acuan
pelaksanaan penelitian tidak sepenuhnya tergantung pada desain yang telah
disusun sebelumnya, tetapi lebih memperhatikan kondisi realitas yang
dihadapi.
Dalam desain penelitian terstandar maupun non standar
dapat dibakukan dengan istilah-istilah: masalah, kerangka teori, metode
penelitian, analisis dan kesimpulan dan lainnya. Model tentatif
menggunakan dasar sistematika yang berbeda. Sistematika model ini
unit-unitnya atau bab-babnya disesuaikan dengan sistematika substantif
obyeknya. Misalnya: penelitian tentang perilaku anak Bab I. Pendahuluan
termasuk metode penelitian. Bab II. Fantasi. Bab III. Bermain. Bab IV.
Sosialisasi, dst. Model ini digunakan dalam penelitian kualitatif naturalistik.
C.
Analisis Penelitian Kualitatif
Pengertian
penelitian kualitatif dalam uraian lebih lanjut menunjuk pada penelitian
kualitatif naturalistik (naturalistic
inquiry dari Guba)
1. Keabsahan Data
1. Keabsahan Data
Keabsahan
data merupakan konsep yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan
keandalan (reliabilitas) menurut versi positivisme dan disesuaikan dengan
tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Penelitian
kualitatif memiliki tiga kriteria untuk memeriksa keabsahan data, yaitu: credibility, trasferability, dan dependability .
a. Kredibilitas (kepercayaan), yang dapat dilakukan dengan cara :
· Memperpanjang waktu pengamatan (tinggal dengan responden)
· Pengamatan secara tekun dan terus menerus (untuk memperoleh data secara lebih mendalam).
· Triangulasi, yang dapat dilakukan dengan :
Ø Menggunakan sumber ganda (berbeda-beda).
Ø Menggunakan metode ganda (berbeda-beda).
Ø Menggunakan peneliti ganda (berbeda-beda).
· Peer debriefing (diskusi dengan teman sejawat)
· Member check (pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam pengumpulan data)
b. Transferabilitas (keteralihan). Analog dengan generalisasi bagi positivisme.
c. Dependabilitas atau auditabilitas, yang dapat dilakukan dengan:
· Pengamatan oleh dua atau lebih pengamat
· Checking data
· Audit trail atau menelusur dari data kasar (Sayekti. 2001: 2)
a. Kredibilitas (kepercayaan), yang dapat dilakukan dengan cara :
· Memperpanjang waktu pengamatan (tinggal dengan responden)
· Pengamatan secara tekun dan terus menerus (untuk memperoleh data secara lebih mendalam).
· Triangulasi, yang dapat dilakukan dengan :
Ø Menggunakan sumber ganda (berbeda-beda).
Ø Menggunakan metode ganda (berbeda-beda).
Ø Menggunakan peneliti ganda (berbeda-beda).
· Peer debriefing (diskusi dengan teman sejawat)
· Member check (pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam pengumpulan data)
b. Transferabilitas (keteralihan). Analog dengan generalisasi bagi positivisme.
c. Dependabilitas atau auditabilitas, yang dapat dilakukan dengan:
· Pengamatan oleh dua atau lebih pengamat
· Checking data
· Audit trail atau menelusur dari data kasar (Sayekti. 2001: 2)
2.
Analisis Data
Analisis
data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya
sebagai temuan bagi orang lain. Proses analisis data dalam penelitian
kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai
sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Catatan
dibedakan menjadi dua, yaitu yang deskriptif dan yang reflektif (Noeng
Muhadjir.2000: 139). Catatan deskriptif lebih menyajikan kejadian daripada
ringkasan. Catatan reflektif lebih mengetengahkan kerangka pikiran, ide dan
perhatian dari peneliti. Lebih menampilkan komentar peneliti terhadap fenomena
yang dihadapi.
Setelah
dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan
reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat
rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga
sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam
satuan-satuan dan kategorisasi dan langkah terakhir adalah menafsirkan dan atau
memberikan makna terhadap data.
a. Pemrosesan Satuan (Unitying)
a. Pemrosesan Satuan (Unitying)
Satuan
adalah bagian terkecil yang mengandung makna yang utuh dan dapat berdiri
sendiri terlepas dari bagian yang lain. Satuan dapat berwujud kalimat faktual
sederhana, misalnya: ”Responden menunjukkan bahwa ia menghabiskan sekitar
sepuluh jam seminggu untuk melakukan perjalanan keliling dari satu sekolah ke
sekolah lain sebagai pelaksanaan peranannya selaku guru lepas di beberapa
sekolah”. Selain itu satuan dapat pula berupa paragraf penuh. Satuan ditemukan
dalam catatan pengamatan, wawancara, dokumen, laporan dan sumber lainnya. Agar
satuan-satuan tersebut mudah diidentifikasi perlu dimasukkan ke dalam kartu
indeks dengan susunan satuan yang dapat dipahami oleh orang lain.
b.
Kategorisasi .
Kategorisasi
disusun berdasarkan kriteria tertentu. Mengkategorisasikan
kejadian-kejadian mungkin saja mulai dari berdasarkan namanya, fungsinya
atau kriteria yang lain. Pada tahap kategorisasi peneliti sudah mulai melangkah
mencari ciri-ciri setiap kategori. Pada tahap ini peneliti bukan sekedar
memperbandingkan atas pertimbangan rasa-rasanya mirip atau sepertinya mirip,
melainkan pada ada tidaknya muncul ciri berdasarkan kategori. Dalam hal
ini ciri jangan didudukkan sebagai kriteria, melainkan ciri didudukkan
tentatif, artinya pada waktu hendak memasukkan kejadian pada kategori
berdasarkan cirinya, sekaligus diuji apakah ciri bagi setiap kategori sudah
tepat.
c.
Penafsiran /Pemaknaan Data.
Langkah
ketiga Moleong (2001: 197) menggunakan istilah penafsiran data,. Noeng Muhadjir
(2000: 187) menggunakan istilah pemaknaan, karena penafsiran merupakan bagian
dari proses menuju pemaknaan. Beliau membedakan antara 1) terjemah atau translation, 2) tafsir
atau inerpretasi, 3) ekstrapolasi dan 4) pemaknaan atau meaning. Membuat
terjemah berarti upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan
media yang berbeda; media tersebut mungkin berupa bahasa satu ke bahasa lain,
dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran, peneliti tetap berpegang
pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konsteksnya agar dapat
dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Ekstrapolasi lebih menekankan
pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal di balik yang tersajikan.
Memberi makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran dan mempunyai
kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif
manusia: indriawinya, daya pikirnya dan akal budinya. Di balik yang tersajikan
bagi ekstrapolasi terbatas dalam arti empirik logik, sedangkan pada pemaknaan
menjangkau yang etik maupun yang transendental. Dari sesuatu yang muncul
sebagai empiri dicoba dicari kesamaan, kemiripan, kesejajaran dalam arti
individual, pola, proses, latar belakang, arah dinamika dan banyak lagi
kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Dalam
langkah kategorisari dilanjutkan dengan langkah menjadikan ciri kategori
menjadi eksplisit, peneliti sekaligus mulai berupaya untuk mengintegrasikan
kategori-kategori yang dibuatnya. Menafsirkan dan memberi makna hubungan antar
kategori sehingga hubungan antar kategori menjadi semakin jelas. Itu berarti
telah tersusun atribut-atribut teori.
d. Perumusan Teori
d. Perumusan Teori
Perumusan
teori dimulai dengan mereduksi jumlah kategori-kategori sekaligus memperbaiki
rumusan dan integrasinya. Modifikasi rumusan semakin minimal, sekaligus isi
data dapat terus semakin diperbanyak. Atribut terori yang tersusun dari hasil
penafsiran/pemaknaan dilengkapi terus dengan data baru, dirumuskan kembali
dalam arti diperluas cakupannya sekaligus dipersempit kategorinya. Jika hal itu
sudah tercapai dan peneliti telah merasa yakin akan hasilnya, pada saat itu
peneliti sudah dapat mempublikasikan hasil penelitiannya.
D. Kesimpulan .
Penelitian untuk membuktikan atau menemukan sebuah kebenaran dapat
menggunakan dua pendekatan, yaitu kantitatif maupun kualitatif. Kebenaran yang
di peroleh dari dua pendekatan tersebut memiliki ukuran dan sifat yang
berbeda. Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada frekwensi tinggi
sedangkan pada pendekatan kualitatif lebih menekankan pada esensi dari fenomena
yang diteliti. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat
nomothetik dan dapat digeneralisasi sedangkan hasil analisis penelitian
kualitatif lebih bersifat ideographik, tidak dapat digeneralisasi. Hasil analisis
penelitian kualitatif naturalistik lebih bersifat membangun, mengembangkan
maupun menemukan terori-teori sosial sedangkan hasil analisis kuantitatif
cenderung membuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah ada.
Daftar
Pustaka :
· Guba, Egon G. & Lincoln,
Yvonna S. (1981). Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey-Bass
Publishers
·
Kirk, J. & Miller, M.I. (1986). Reability
and Validity in Qualitative Research, Vol.1, Beverly Hills: Sage Publication
· Lincoln, Yvonna S. & Guba, Egon
G. (1985). Naturalistic
Inquiry. California, Beverly Hills: Sage
Publications
· Moleong, L. J. (2001). Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosydakarya
· Noeng Muhadjir. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin· Noeng Muhadjir. (2001). Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme. Edisi II. Yogyakarta: Rake Sarasin
· Moleong, L. J. (2001). Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosydakarya
· Noeng Muhadjir. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin· Noeng Muhadjir. (2001). Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme. Edisi II. Yogyakarta: Rake Sarasin
·
Sayekti P.S. (2001). Metodologi
Penelitian Kualitatif (Diktat). Program Pascasarjana Universitas
Negeri Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar