LATAR BELAKANG DAN KONSEP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
A. LATARBELAKANG MASALAH
Sekolah/Madrasah
merupakan lembaga khusus (formal) yang menyelenggarakan pendidikan untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
sekolah/madrasah semestinya diurus dengan sebaik-baiknya. Pengurusan yang baik
terhadap sekolah/madrasah dapat dilihat indikasinya dari manajeman
pendidikan/pembelajaran dan manajemen
lembaga yang dikelola dengan baik dan profesional oleh Kepala Sekolah/Madrasah
berikut tenaga kependidikan lainnya.
Manajemen
pendidikan dan lembaga mutlak dilakukan karena hal tersebut mencerminkan
keunggulan sekolah. Manajemen atau pengelolaan sekolah merupakan komponen
integral yang tidak dapat dipisahkan
dari proses pendidikan secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena tidak
mungkin tujuan pendidikan baik tujuan institusional, instruksional, lebih-lebih
tujuan pendidikan nasional akan tercapai secara optimal, efektif dan efisien.
Akan
tetapi tampaknya, masih banyak sekolah/madrasah yang diurus tanpa manajemen pendidikan.
Sekolah/madrasah berjalan apa adanya, tanpa perencanaan, yang mencakup
perencanaan jangka pendek, menengah apalagi perencanaan jangka panjang.. Proses
pembelajarannya pun terseok-seok seperti akar tumbuh di batu. Guru-guru yang
tidak berkompeten dalam bidangnya dan kualifikasi akademik yang tidak memadai,
masih banyak ditemukan pada sekolah-sekolah maupun madrasah-madrasah. Belum
lagi jika tintinjau dari kompetensi lulusannya yang tidak mampu bersaing di
tengah-tengah kehidupan global karena tidak sesuai apa yang diajarkan dengan kebutuhan di
masyarakat.Belum lagi jika ditinjau dari kompetensi lulusan sekolah/madrasah
yang tidak sesuai antara yang diajarkan di sekolah/madrasah dengan tuntutan
kebutuhan di masyarakat. Persoalan ini tentu berkaitan dengan pengembangan
kurikulum di sekolah/madrasah bersangkutan.
Demikianlah
sekelumit problem yang dihadapi oleh
pendidikan di Indonesia.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menawarkan suatu pencerahan untuk meningkatkan
mutu pendidikan yang lebih ditekankan pada keleluasaan pada sekolah/madrasah
untuk mengelola pendidikan secara lebih mandiri.
B.
PENGERTIAN
MANAJEMEN SEKOLAH
Kata
“Manajemen” berasal dari kata Managio
yang berarti pengurusan, atau Managiare
yang berarti melatih dalam mengatur
langkah-langkah. Manajemen sering diartikan sebagai ilmu,kiat dan profesi.
Dikatakan sebagai ilmu, karena manajeman dipandang sebagai suatu bidang
pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana
orang bekerjsama. Dikatan sebagai kiat, karena manajemen mencapai sasaran
melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Sedangkan sebagai profesi karena manajemen dilandasi
oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para
profesionalnya dituntun oleh suatu kode etik (Sagala : 2006, 13).
Manajemen
secara umum biasa diartikan dengan pengelolaan. Setiap pengeloaan yang terjadi
dalam sebuah organisasi dapat dikatakan sebagai manajemen. Organisasi yang
dimaksud tentunya adalah sebuah perkumpulan orang-orang yang memiliki tujuan
yang sama. Perkumpulan tersebut bisa berwujud sebuah keluarga, perkumpulan
wirid yasin, persatuan remaja masjid, forum komunikasi Kepala sekolah, OSIS dan
yang lebih penting adalah perkumpulan orang-orang yang melaksanakan pendidikan
atau pembelajaran di sekolah/madrasah, yang terdiri dari Kepala
sekolah/madrasah, guru, murid, pegawai,pustakawan, laboran, tukang kebersihan dan tenaga kependidikan
yang lain.
Manajemen menurut istilah dipahami sebagai kemampuan
mengarahkan dan mencapai hasil yang diinginkan dengan tujuan dari usaha-usaha
manusia adan sumber daya lainnya (Tery : 1973, 4). Hersey dan Blancard ( 1988 :
4 ) mengemukakan bahwa manajemen adalah
proses bekerja sama antara individu dan kelompok serta sumber daya lainnya
dalam mencapai tujuan organisasi.
Dengan
demikian manajemen sekolah dapat diartikan sebagai aktivitas pengelolaan
sekolah sebagai institusi pendidikan dengan cara bekerjasama yang sistematik,
sistemik dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Manajemen sekolah pada dasarnya disebut juga sebagai manajemen pendidikan yang
dimaknai sebagai segala sesuatu yang
berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
- LATAR BELAKANG MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Era
Repormasi yang sedang kita jalani, ditandai dengan beberapa perubahan
dibeberapa bidang kehidupan, politik, moneter, hukum sampai kepada bidang
pendidikan. Konsekuensi dari pada perubahan tersebut diantaranya melahirkan UU
No. 22 Thn 1999 tentang Otonomi daerah, dan UU No. 25 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah. UU tersebut mengakibatkan kewenangan bagi daerah
untuk mengurus sejumlah potensi daerahnya termasuk pendidikan.
Dengan
di undangkannya UU No. 22 Tahun 1999 diatas, pada dasarnya memberi kewenangan
dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut kehendak dan prakarsa sendiri berdasarkan kebutuhan
masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kewenangan
daerah kabupaten / kota,
sebagaimana dirumuskan pada pasal II, mencakup semua bidang pemerintahan, yakni
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,
industri tenaga kerja dll. Dengan demikian jelaslah bahwa kebijakan pendidikan
berada dibawah kewenangan daerah kabupaten / kota. ( Mulyasa, 2002 : 5).
Di
sinilah signifikansinya pemerintah daerah
mengurusi pendidikan disebabkan setiap daerah memiliki potensi wilayah
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jika, manajemen atau lebih
tepatnya kebijakan pendidikan yang diperankan oleh pemerintah daerah baik dengan mempertimbangkan potensi-potensi
yang ada, maka peluang pendidikan untuk maju semakin besar.
Banyak
hal yang telah diluncurkan oleh pemerintah dalam kaitannya terhadap kemajuan
dan keberhasilan pendidikan di Indonesia,
seperti program “ Aku Anak Sekolah” yang didukung oleh Badan-badan
Internasional. Seperti Bank Dunia, dan UNICEP, dan program DBO bagi sekolah-sekolah
yang tidak mampu, program BKM dari dana JPSBP sampai kepada Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) yang sangat signifikan bagi kelangsungan lembaga / insitusi
Pendidikan sekarang ini.
Berbagai
program yang dilaksanakan telah memberikan harapan bagi kelangsungan dan
terkendalinya kualitas pendidikan Indonesia semasa krisis. Akan
tetapi, karena pengelolaannya yang terlalu kaku dan sentralistik, program itu
pun tidak banyak memberikan dampak positif, angka partisipasi pendidikan
nasional maupun kualitas pendidikan tetap menurun. Diduga hal tesebut erat
kaitannya dengna masalah manajemen. Dalam kaitan ini, muncullah salah satu
pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada
sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas.
Pemikiran ini dalam perjalanannya disebut manajemen berbasis sekolah (MBS) atau
school based manajemen (SBM), yang
telah berhasil mengangkat kondisi dan memecahkan berbagai masalah pendidikan di
beberapa negara maju, seperti Australia
dan Amerika.
Konsep
“Manajemen Berbasis Sekolah” (MBS) yang dalam bahasa Inggris disebut School Based Management, pertama kali
muncul di Amerika Serikat. Latar belakangnya diawali dengan munculnya
pertanyaan masyarakat tentang apa yang dapat diberikan sekolah kepada
masyarakat dan juga relevansi dan korelasi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat. Kinerja sekolah pada saat itu dianggap oleh masyarakat tidak sesuai
dengan tuntutan siswa untuk terjun ke dunia usaha dan sekolah dianggap tidak
mampu memberikan hasil dalam konteks kehidupan ekonomi yang kompetitif secara
global. Fenomena tersebut oleh pemerintah, khususnya pihak sekolah dan
masyarakat, segera diantisipasi dengan melakukan upaya perubahan dan penataan
manajemen sekolah. Untuk memenuhi kemampuan kompetitif tersebut, masyarakat dan
pemerintah sepakat melakukan reformasi terhadap manajemen sekolah yang mengacu
pada kebutuhan kompetitif. (Sagala, 2006 :129)
D.
KONSEP
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Berdasarkan
pengalaman bangsa Amerika , ternyata
penerapan konsep MBS telah dapat meningkatkan kualitas belajar
mengajar.. Hal ini disebabkan karena adanya mekanisme yang lebih efektif dan
lebih cepat dalam pengambilan keputusan, memberikan dorongan semangat kerja
baru sebagai motivasi berprestasi para kepala sekolah dalam melakukan tugasnya
sebagai manajer sekolah.
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk
meredesain pengeloaan sekolah/madrasah, memberikan kekuasaan dan meningkatkan
partisipasi sekolah, mempebaiki kinerja sekolah yang mencakup pimpinan sekolah,
guru, siswa, orangtua siswa dan masyarakat sehingga sekolah lebih mandiri dan
mampu menentukan arah pengembangan sesuai kondisi dan tuntutan lingkungan
masyarakatnya.
MBS
merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan keleluasaan dan otonomi
luas pada tingkat sekolah untuk mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap
terhadap kebutuhan setempat ( Mulyasa : 2007, 24 ). Meskipun demikian, MBS juga
bukan merupakan konsep dan paradigma yang sempit, tetapi juga mengacu pada konsep dan paradigma-paradigma lain yang
selama ini sudah dikenal dalam ilmu pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena
itu, untuk memahami paradigma baru MBS ini juga diperlukan perubahan-perubahan
paradigma yang lain.
Menurut
Miarso, (2007 : 729) yang dikutipnya dari Banathy
(1991) dikatakan bahwa perubahan paradigma itu dibedakan dalam empat lapis
yang saling berkaitan.
Lapis
pertama ialah Pengalaman belajar,
Lapis
kedua ialah Sistem Pembelajaran, yaitu yang memungkinkan terlaksananya
pengalaman belajar yang diinginkan seperti misalnya dalam sekolah.
Lapis
ketiga ialah Pengelolaam sistem di wilayah, yang mendukung terselenggaranya
sistem pembelajaran.
Dan
Lapis keempat ialah Sistem perundangan yang mengatur dan menjamin
berlangsungnya keseluruhan sistem pendidikan secara nasional.
Perubahan
paradigma ini (dari etatisme ke
pemberdayaan peserta didik/warga belajar) memengaruhi semua aspek pendidikan lain,
bahkan memicu tumbuhnya serangkaian paradigma lain. Perubahan paradigma ini
memunculkan konsep-konsep baru, seperti belajar berbasis aneka sumber.
LAPIS
|
PENDEKATAN
|
|
Paradigma Lama
(Top-Down Approach)
|
Paradigma Reformatif
(Bottom-Up Approach)
|
|
Nasional (Sistem Pendidikan
|
Menetapkan ketentuan perundangan
bertujuan, antara lain untuk membudayakan peserta didik
|
Menjamin tersedianya aturan pokok dan sumber yang
diperlukan
|
Wilayah (Sistem Pengelolaan) Provinsi, Kabupaten &
Kodya
|
Menerbitkan Peraturan dan Petunjuk Operasional dari
perundangan yang ada
|
Menyediakan informasi dan bantuan, menjabarkan aturan
serta membagi dan mengawasi sumber daya yang diperlukan
|
Sekoah (Sistem Belajar-Pembelajaran)
|
Melaksanakan petunjuk dan mengawasi kegiatan
|
Merancang pedoman pelaksanaan serta mengelola sumber daya
dan penggunaannya
|
Pengalaman Belajar
|
Peserta didik merespons pelajaran yang diberikan
|
Peserta didik menguasai tugas belajar serta mampu
memecahkan masalah belajar
|
Bagan Perbandingan
antara Paradigma “Top Down” dan
“Bottom-Up” (Miarso, 1998b)
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) pada dasarnya adalah perubahan pada lapis kedua (sistem
pembelajaran), dan merupakan konsekuensi langsung dari perubahan paradigma
pengalaman belajar pada lapis pertama. Paradigma baru ini memang telah
mempunyai landasan hukum mulai dari Ketetapan MPR 1999 tentang Garis Besar
Haluan Negara, UU No. 22 dan 25 Thn. 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU
No. 30 Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Miarso, 1998 :727)
Sagala
juga menjelaskan bahwa esensi dari konsep MBS ini adalah menggambarkan
berfungsinya secara optimal seluruh unsur sekolah dan institusi vertikal yang
melayani kebutuhan sekolah. Dengan konsep MBS ini, sekolah mempunyai kendali
dan akuntabilitas terhadap lingkungannya, baik dilihat dari proses manajemen
pendidikan tingkat pusat hanya berperan menentukan kebijakan makro nasional
berkaitan dengan standar kualitas pendidikan dan pemerintah daerah bertanggung
jawab melayani kebutuhan sekolah berkaitan dengan ketenagaan, sarana,
prasarana, perlengkapan, dan anggaran satuan pendidikan.
Sebagaimana
pengalaman negara yang pertama sekali menggagas MBS, maka di Indonesia sebagai salah
satu wujud dari reformasi pendidikan dari kondisi keterpurukannya pada masa
orde baru, menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih
baik, bermutu dan janji perubahan yang signifikan bagi para peserta didik dalam berbagai perilaku yang diinginkan.
Kewenangan
yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki
tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut :
1.
Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah
membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
2.
Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber
daya lokal,
3.
Efektif dalam melakukan pembinaan
peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat
putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.
4.
Adanya perhatian bersama untuk
mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah,
dan perubahan perencanaan (Fattah, 2000).
E.
TUJUAN
MBS
MBS
yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat dalam rangka pemberdayaan keduanya, Sekolah
difungsikan secara efektif dan efisien untuk memberikan layanan belajar kepada
siswa dan orangtuanya, sedangkan masyarakat diberdayakan untuk ikut andil dalam
berbagai penentuan kebijakan pendidikan.
MBS
bukanlah tujuan itu sendiri, melainkan ia sebagai alat atau instrumen untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan yang bermutu. Secara lebih konkrit,
MBS merupakan suatu cara atau teknik untuk membuat siswa ”lebih betah” di
sekolah karena mereka menikmati pembelajaran di sana dengan sangat lezat. Tidak seperti
penerapan pembelajaran selama ini, yang kadang-kadang membuat siswa justru
menjadi stress dengan belajar di sekolah
dikarenakan apa yang diajarkan di sekolah tidak bisa membantu
menyelesaikan permasalahannya dan tidak
ada kaitan langsung dengan kehidupanya di masyarakat.
Oleh
karena itu, dengan MBS yang salah satu implementasinya adalah penerapan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) menjadikan siswa belajar dalam kondisi yang
menyenangkan, kreatif, inspiratif dan menantang.
Untuk
lebih spesifik, Sagala (2006 :133) menjelaskan beberapa tujuan MBS yaitu :
1.
Menjamin mutu pembelajaran anak didik
yang berpijak pada asas pelayanan dan prestasi hasil belajar
2.
Meningkatkan kualitas transfer ilmu
pengetahuan dan membangun karakter bangsa yang berbudaya.
3.
Meningkatkan mutu sekolah dengan
memantapkan pemberdayaan melalui kemandirian, kreativitas, inisiatif, dan
inovatif dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya sekolah
4.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
dengan mengakomodir aspirasi bersama.
5.
Meningkatkan tanggung jawab sekolah
kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah, dan
6.
Meningkatkan kompetisi yag sehat antar
sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Kebijakan pengelolaan
sekolah oleh semua unsur yang terkait mengacu pada standar pendidikan nasional.
F.
KARAKTERITIK
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
Karakteristik
MBS dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan
kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar (PBM), pengelolaan sumber
daya manusia, dan pengelolaan administrasi.
Departement Of Education Australia
(1990) dalam Mulyasa, dikemukakan bahwa ciri-ciri MBS seperti pada
bagan berikut ini.
Organisasi Sekolah
|
Proses Belajar Mengajar
|
Sumber Daya Manusia
|
Sumber Daya dan Administrasi
|
Menyediakan
manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan
sekolah
|
Meningkatkan
kualitas belajar siswa
|
Memberdayakan
staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan semua siswa
|
Mengidentifikasi
sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai
dengan kebutuhan
|
Menyusun
rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
|
Mengembangkan
kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat
sekolah
|
Memilih
staf yang memilki wawasan manajemen berbasis sekolah
|
Mengelola
dana sekolah
|
Mengelola
kegiatan operasional sekolah
|
Menyelenggarakan
pengajaran yang efektif
|
Menyediakan
kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf
|
Menyediakan
dukungan administratif
|
Menjamin
adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait (school
community)
|
Menyediakan
program pengembangan yang diperlukan siswa
|
Menjamin
kesejahteraan staf dan siswa
|
Mengelola
dan memelihara gedung dan sarana lainnya
|
Menjamin
akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab (akuntabel kepada
masyarakat dan pemerintah)
|
Program
pengembangan yang diperlukan siswa
|
Kesejahteraan
staf dan siswa
|
Memelihara
gedung dan sarana lainnya
|
Dalam
konsep MBS, Sagala juga menguraikan beberapa karakteristik MBS, yang pada
umumnya sesuai dengan sekolah yang efektif. Adapun ciri-ciri MBS menurut beliau
yaitu :
1.
Memiliki out put (prestasi pembelajaran
dan manajemen sekolah yang efektif) sebagaimana diharapkan
2.
Efektivitas proses belajar mengajar
yang tinggi
3.
Para
kepala sekolah yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan
menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
4.
Lingkungan dan iklim belajar yang aman,
tertib, dan nyaman (enjoyable learning) sehingga manajemen sekolah lebih
efektif
5.
Analisis kebutuhan, perencanaan,
pengembangan, evaluasi kerja, hubungan kerja, dan imbal jasa tenaga
kependidikan dan guru sehingga mereka mampu menjalankan tugasnya dengan baik
6.
Pertanggung jawaban (akuntabilitas) sekolah kepada publik
terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan, dan
7.
Pengelolaan dan penggunaan anggaran
yang sepantasnya dilakukan oleh sekolah sesuai kebutuhan rill. (2006 : 137).
G.
PENUTUP
School
Based Manajemen (SBM) muncul pertama kali di Amerika Serikat, SBM ini yang
diawali oleh Reformasi Sekolah, dan juga di latar belakangi dengan
ketidakpuasan dan ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah serta
pengelola sekolah.
Sebagai
konsekuensi dari reformasi sekolah tersebut maka muncullah apa yang disebut
istilah School Based Manajemen (SBM)).
Imbas
dari SBM yang terjadi di Amerika in diikuti juga di negara-negara Eropa bahkan
ke Indonesia.
Pada awal Tahun 2000-an istilah SBM telah dikenal luas oleh masyarakat, khusus
masyarakat sekolah, akan tetapi istilah SBM kemudian di adaptasi menjadi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS
di Indonesia diawali dengan lahirnya istilah Otonomi Daerah sehingga MBS sangat
erat kaitannya dengan otonomi dan diperkhusus lagi dengan otonomi sekolah.
Dimana seluruh subtansi kebijkan yang bersangkutan dengan pengelolaan sekolah
diberikan hak sepenuhnya kepada sekolah. Pemerintah pusat hanya bersifat
membantu. Hal ini disebut dengan Disentralisasi Pendidikan.
DAFTAR BACAAN
1.
Chan M. Sam-sam. T.Tuti. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah.
PT. Raja Grapindo Persada. 2008
2.
Miarso Yusuf Hadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.
Penerbit Pustekkom Diknas 2002
3.
Muliasa, E, ,. Manajemen
Berbasis Sekolah. PT. Remaja Rosdakarya 2002.
4.
_______________________, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kemandirian Guru Dan Kepala Sekolah. PT. Bumi Aksara. Jakarta 2008
5.
Sagala Syaiful, Manajemen
Berbasis Sekolah dan Masyarakat. PT. Nimas Multima Jakarta. 2006
6.
______________________, Desain Organisasi Pendidikan Dalam
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah. UHMK Press. 2007
7.
Syafaruddin, dan Nasution Irwan,. Manajemen Pembelajaran. PT. Quantum Teaching. Jakarta. 2005
8.
Terry, George, The Principle of Management, (
Illionis, 1973 )
9.
Hersey, P dan Blancard, K.H, Management of Organizational Behavior, ( New Jersey : Englewood Cliffs, 1988 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar