PENDIDIKAN
SEX ANAK USIA DINI
Keresahan orang tua
terhadap perkembangan free sex sudah sampai pada kondisi darurat yang harus
mendapatkan penanganan khusus dari berbagai pihak terutama tokoh agama, aktivis
pendidikan, dan lebih-lebih pemerintah yang mendapatkan amanah dari rakyat
untuk menyejahterakan dan membahagiakan kehidupan warga-bangsanya. Perhatian
harus ditingkatkan karena perkembangan media dan fasilitas yang menjurus ke
free sex saat ini semakin canggih, lengkap, dan mudah diakses oleh masyarakat
miskin sekalipun. Fasilitas dan media yang berpotensi merusak moralitas
generasi ini tidak berimbang dengan kebijakan dan tanggap darurat yang dimiliki
oleh pemerintah juga tokoh-tokoh pendidikan dan agama.
Perebutan dominasi ke
arah kebebasan negatif dimungkinkan akan terjadi jika tidak segera dilakukan
antisipasinya dengan cerdas.
Media elektronik semacam
TV, Video, CD, Film, internet, dan HP dan media cetak seperti koran, majalah,
tabloid, brosur, foto, kartu, kertas stensilan yang berbau porno dan dapat
diakses oleh semua lapisan masyarakat dan semakin terbuka serta mudah tanpa ada
pengendalian yang memadai. Orang tua dan pemerintah semakin permisif dan seakan
memberikan “dukungan” karenanya produk “kelam” ini cukup laris di pasaran atau
konsumen.
Pelayanan mudah terkait dengan yang serba mesum bisa dipuaskan lewat lokalisasi, tempat remang-remang, konsultasi seks lewat sms, dan telepon, sampai pada pemanfaatan tempat rekreasai dan hotel atau penginapan. Sudah menjadi rahasia umum, kondisi ini didiamkan oleh pemerintah atau anggota legislatif yang menangani penertiban dan penyembuhan penyakit masyarakat itu. Teguran Tuhan dengan menurunkan berbagai penyakit kelamin yang ganas dan mematikan seperti HIV/AIDS belum direspon baik oleh manusia sehingga semua komponen belum kompak tergugah untuk bergerak bersama menyelamatkan bangsa dan generasi muda.
Pelayanan mudah terkait dengan yang serba mesum bisa dipuaskan lewat lokalisasi, tempat remang-remang, konsultasi seks lewat sms, dan telepon, sampai pada pemanfaatan tempat rekreasai dan hotel atau penginapan. Sudah menjadi rahasia umum, kondisi ini didiamkan oleh pemerintah atau anggota legislatif yang menangani penertiban dan penyembuhan penyakit masyarakat itu. Teguran Tuhan dengan menurunkan berbagai penyakit kelamin yang ganas dan mematikan seperti HIV/AIDS belum direspon baik oleh manusia sehingga semua komponen belum kompak tergugah untuk bergerak bersama menyelamatkan bangsa dan generasi muda.
Beberapa waktu yang lalu,
Tuhan membuka sebagian kecil pentas free sex dan perdagangannya ini menembus
lapisan masyarakat elit di negeri ini dan diberitakan besar-besaran oleh media massa. Sorotan tajam
dan terbuka menggelinding ke massa
di antaranya karena pelaku laki-laki memiliki background sebagai anggota DPR,
mantan aktifis mahasiswa, dan koordinator bidang kerohanian partai, sedang
pelaku perempuan alumni SMAM 2 Sidoarjo dan sebagai penyanyi dangdut yang
berarti keduanya sebagai public figure.
Berbeda dengan berita poligami KH. Abdullah Gimnastiyar atau lebih dikenal dengan sebutan Aa’ Gym. Pemberitaan terhadap Aa’ Gym di antaranya adalah karena ia seorang muballigh yang sedang berada di atas puncak popularitas. Sebagai pengasuh Pesantren Daruttauhid Bandung, ia memiliki jaringan radio yang sangat luas di berbagai daerah dan TV. Manajemen Qolbu yang sering diajarakan kepada umat, saat ia poligami menuntutnya untuk melaksanakannya lebih disiplin.
Berbeda dengan berita poligami KH. Abdullah Gimnastiyar atau lebih dikenal dengan sebutan Aa’ Gym. Pemberitaan terhadap Aa’ Gym di antaranya adalah karena ia seorang muballigh yang sedang berada di atas puncak popularitas. Sebagai pengasuh Pesantren Daruttauhid Bandung, ia memiliki jaringan radio yang sangat luas di berbagai daerah dan TV. Manajemen Qolbu yang sering diajarakan kepada umat, saat ia poligami menuntutnya untuk melaksanakannya lebih disiplin.
Meskipun dua kasus ini
berbeda tetapi ada benang merahnya yaitu seks. Yang pertama terkait dengan
eksploitasi seks di luar akad pernikahan dan kemudian diekspose ke luar, sedang
yang kedua adalah tentang penyaluran libido seksual yang diikat dalam
pernikahan kedua atau poligami. Yang pertama masyarakat seakan sudah ada
konsensus bahwa eksploitasi seks tersebut bertentangan dengan agama dan norma
budaya bangsa. Realitanya hal tersebut seakan diakui wajar dilakukan oleh
laki-laki dan perempuan dewasa, karenanya keduanya tetap bisa diterima oleh
masyarakat meskipun hukuman sosial dirasakan amat berat. Kasus kedua merupakan
pelaksanaan terhadap ajaran agama yang debateble, mayoritas ulama menyatakan
halal tetapi sebagian kecil menggugat bahkan ada yang mengharamkan.
Realitasnya, poligami secara hukum Islam dan perundang-undangan tetap halal,
tidak dilarang oleh undang-undang, dan hanya dibatasi agar tidak terjadi
penyalahgunaan seperti dijadikan alat pemuasan nafsu seksual bagi pelakunya.
Meski demikian, Aa’ Gym telah menerima perlakuan dan pengadilan sosial yang
luar biasa keras[3] seperti
cemoohan dan perlakuan lain yang dapat mengurangi kenyamanan hidupnya.
Dalam konteks liberalitas seksual ada hasil penelitian yang menyoroti tentang virginitas yang terasa sangat mengguncang kota Jogjakarta sebagai kota pendidikan dan kota budaya. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: 97.05% mahasiswa di Jogjakarta telah kehilangan keperawanannya. Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10 gadis dari 11 gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Bukan karena kecelakaan yang memicu robeknya selaput dara vagina. Budaya hedonime telah menjadi trend dalam masyarakat terutama di kota metropolitan seperti Jakarta.
Dalam konteks liberalitas seksual ada hasil penelitian yang menyoroti tentang virginitas yang terasa sangat mengguncang kota Jogjakarta sebagai kota pendidikan dan kota budaya. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: 97.05% mahasiswa di Jogjakarta telah kehilangan keperawanannya. Nyaris 100% atau secara matematis bisa disepadankan dengan 10 gadis dari 11 gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh hubungan seksual. Bukan karena kecelakaan yang memicu robeknya selaput dara vagina. Budaya hedonime telah menjadi trend dalam masyarakat terutama di kota metropolitan seperti Jakarta.
Dalam konteks politik juga
demikian akhir-akhir ini, menurut Boni Hargens berkembang
istilah binalitas politik, karena ternyata politik tidak hanya rakus uang
(harta) dan kekuasaan (tahta) atau banality of politics saja, tetapi juga haus
seks (binality of politics). Ciri banal dan binal dalam politik kita sangat
memalukan dan telah menisbikan prinsip moralitas dalam politik yang menunjukkan
defisit moral pribadi para pejabat publik dan defisit moral politik secara
general. Permainan uang, janji-janji jabatan, dan pelayan seks dalam berpolitik
menunjukkan indikator dekadensi moral yang amat memprihatinkan.
Seks yang disanjung itu telah merambah ke berbagai kalangan karena itu amat penting untuk disikapi lebih serius terutama bagi anak-anak yang masih rentan dan mudah terpengaruh. Tulisan ini hendak mengkaji tentang pendidikan seks pada anak usia dini, sekitar usia pra sekolah. Meski demikian pembahasan ini bisa menyentuh juga pada wilayah anak-anak dan remaja karena masih berdekatan.Dasar ayat dan hadis tidak penulis tulis teksnya dalam makalah ini dengan harapan pembaca dapat mengkaji lebih jauh lewat beberapa referensi yang kami pilih.
Seks yang disanjung itu telah merambah ke berbagai kalangan karena itu amat penting untuk disikapi lebih serius terutama bagi anak-anak yang masih rentan dan mudah terpengaruh. Tulisan ini hendak mengkaji tentang pendidikan seks pada anak usia dini, sekitar usia pra sekolah. Meski demikian pembahasan ini bisa menyentuh juga pada wilayah anak-anak dan remaja karena masih berdekatan.Dasar ayat dan hadis tidak penulis tulis teksnya dalam makalah ini dengan harapan pembaca dapat mengkaji lebih jauh lewat beberapa referensi yang kami pilih.
II. Mengapa Perlu
Pendidikan Seks
Sebagaimana telah
disebutkan bahwa perkembangan ilmu dan teknologi telah membuat dunia bagaikan
“desa buana” yang segalanya serba transparan dan mudah dan cepat diakses oleh
siapa, kapan, di mana saja. Informasi dan pengalaman seksual bisa diperoleh
secara bebas telanjang tanpa filter dan ini bisa berpengaruh secara psikis bagi
anak. Jika anak memperoleh informasi dan pengalaman tentang seks yang salah
akan membuat beban psikis dan bisa mempengaruhi kesehatan seksualnya kelak.
Anak-anak memiliki kebiasaan menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain.
Sementara, penerapan
teknologi tersebut telah menciptakan manusia mesin (l’homme machine) dalam
masyarakat modern. Melalui perjalanan yang panjang teknologi membentuk prilaku
manusia mesin yang hidupnya hanya didasarkan pada stimulus (S) dan response (R)
sebagaimana digambarkan dalam psikologi Behaviorism. Pribadi yang asalnya
bebas, utuh, dan rasional bisa tenggelam dalam satuan yang disebut masyarakat massa. Massa menjadi satu-satunya entitas yang harus
diperhitungkan. Manusia mesin serta manusia dan masyarakat massa
itu menghasilkan budaya massa.
Budaya massa
itu, menurut Kuntowijoyo adalah produk dari mayoritas yang ”tak berbudaya”,
berbeda dengan budaya adiluhung yang dihasilkan oleh elit.Budaya ini dieksperesikan
dalam bentuk kesenian, buku-buku, elektronika, barang konsumsi, dan alat
kebijakasanaan populer seperti bahasa gaul. Budaya massa telah menajdi komoditas, suatu
commodity fethism, yang lebih menekankan selera kebutuhan konsumen.
Selain budaya massa yang mempola dengan
sangat jenius terhadap prilaku manusia, pendidikan seks diperlukan diberikan
sejak dini karena terkait dengan libido skesual manusia itu sendiri. Meski ada
yang berpendapat bahwa masa kanak-kanak tidak mengenal gairah seks, teori Freud
tentang libido berpendapat bahwa anak-anak menghisap jempol dianggap memiliki
arti seksual, bahkan cinta anak kepada ibunya dianggap sebagai ssuatu yang
berlandaskan seks dan dihubungkan dengan kecemburuan terhadap ayahnya.
Kesimpulannya kesadaran seksualitas sudah tumbuh sejak masa kanak-kanak. Wacana
lain yang lebih bijaksana juga bisa dipahami bila libido tidak saja dimaknai
sebagai mendorong kegairahan seks tetapi lebih luas yaitu berarti ”energi
fisik”. Tendensi anak-anak untuk bermain-main terhadap alat kelaminnya tidak
manifestasi seksual yang terlalu dini tetapi sebagai ”kesenangan fisik
mendasar” yang sangat mengatur kehidupan kanak-kanak. Kepuasan fisik tersebut
bisa diperoleh lewat isapan, buang air, stimulasi kulit, masturbasi, dan
kesenangan untuk telanjang.
Pertimbangan lain,
pendidikan seks diberikan lebih awal disebabkan karena karakter dasar manusia
itu dibentuk pada masa kanak-kanak, dan ahli psikoanalisa telah membuktikan
tentang pengaruh yang baik atau tidak baik pada tahun-tahun pertama terhadap
pertumbuhan karakter dasar anak. Pendidikan yang salah dapat mempengaruhi
perkembangan berbagai bentuk penyimpangan seksual pada masa-masa berikutnya. Pendidikan
seks pada anak usia dini dimungkinkan dapat meluruskan pemahaman dan prilaku
seks anak-anak sehingga bisa lebih positif.
Secara lebih luas
penelitian Katharine Davies memperkuat sisi penting pendidikan seks ini. Hasil
peneltian Katherine menunjukkan bahwa perempuan yang telah menerima pendidikan
seks pada usia dini, 57 % menikah dengan dengan bahagia.Pendidikan seks berperan positif dalam membangun mahligai kehidupan keluarga
yang lebih baik karena dalam prosesnya ada desain pembelajaran yang
mempertimbangkan tentang kebaikan anak.
III. Pendidikan Seks
terhadap Anak Sebagai Amanah
Selain itu, dalam perspektif spiritual, anak (aulad) --dalam al-Qur’an disebut bareng dengan harta (amwal), harta—adalah fitnah atau cobaan (al-Anfal/8:28, al-Taghabun/ 64:15). Sebagai cobaan karena anak memiliki posisi yang amat penting dalam kehidupan orang tua dan masyarakat. Anak merupakan kebanggaan bagi keluarga oleh karena itu harus dipersiapkan masa depannya. Untuk mendidiknya akan menemukan berbagai kendala di samping karena sifat anak yang memang sulit didisiplinkan juga karena orang tua memiliki kepentingan berlebih kepada anak-anaknya di samping kasih sayang.
Amanah berat ini tetap harus dilaksanakan agar kualitas anak dapat diperoleh. Al-Qur’an mengingatkan agar manusia khawatir dan atau takut jika meninggalkan generasi keturunan (dzurriyyah) yang lemah yang disangsikan kualitas dan masadepannya (QS. Al-Nisa’/ 4:8). Orang tua harus berusaha optimal untuk pendidikan anak-anaknya.
Selain itu, dalam perspektif spiritual, anak (aulad) --dalam al-Qur’an disebut bareng dengan harta (amwal), harta—adalah fitnah atau cobaan (al-Anfal/8:28, al-Taghabun/ 64:15). Sebagai cobaan karena anak memiliki posisi yang amat penting dalam kehidupan orang tua dan masyarakat. Anak merupakan kebanggaan bagi keluarga oleh karena itu harus dipersiapkan masa depannya. Untuk mendidiknya akan menemukan berbagai kendala di samping karena sifat anak yang memang sulit didisiplinkan juga karena orang tua memiliki kepentingan berlebih kepada anak-anaknya di samping kasih sayang.
Amanah berat ini tetap harus dilaksanakan agar kualitas anak dapat diperoleh. Al-Qur’an mengingatkan agar manusia khawatir dan atau takut jika meninggalkan generasi keturunan (dzurriyyah) yang lemah yang disangsikan kualitas dan masadepannya (QS. Al-Nisa’/ 4:8). Orang tua harus berusaha optimal untuk pendidikan anak-anaknya.
Posisi anak dalam keluarga
yang amat penting tersebut membuat sejumlah tokoh membuat risalah, pesan khusus
buat anak. Lukman al-Hakim pesan edukatifnya diabadikan dalam al-Qur’an dan
menjadi rujukan bagi pembacanya. Imam Ghazali juga membuat risalah kecil,
Ayyuha al-Walad, untuk anak-anak agar memiliki perhatian yang tinggi terhadap
ilmu, moral, kerja positif, jiwa, dan spiritual.
Jika anak adalah amanah
maka mendidiknya dalam arti yang seluas-luasnya juga amanah yang harus dilaksanakan
oleh orangtua dan guru, termasuk pendidikan seks pada anak usia dini.
IV. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seks merupakan
upaya transfer pengetahuan dan nilai (knowledge and values) tentang
fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang terkait dengan jenis (sex) laki-laki
dan perempuan sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif makhluk hewan dan
manusia yang tertarik dan mencintai lain jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya
pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang
diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang
tidak Islami serta menutup segala kemungkinan kearah hubungan seksual
terlarang. Pengarahan dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek
kesehatan fisik, psikis, dan spiritual.
Pendidikan seks merupakan
upaya menindaklanjuti kecenderungan insting manusia. Laki-laki dengan dasar
naluri insting sehatnya akan mencintai perempuan dan jika mereka “mencintai
selain perempuan” (min duni al-nisa’) maka ia termasuk kelompok yang memiliki
nafsu seksual menyimpang seperti kaum Luth (homo) yang dilaknat Tuhan (QS.
Al-A’raf/7:80, al-Naml/22: 55). Pendidikan ini berusaha untuk mengenal
penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan. Saling mengenal menuju
ketakwaan kepada Tuhan (al-Hujarat/49: 13).
Melalui pendidikan akan
berkembang rasa cinta karena ada pengetahuan, pengenalan, dan pengertian yang
baik terhadap jenis lain. Rasa cinta laki-laki yang sudah “mampu” idealnya
segera ditindaklanjuti dengan pernikahan sehingga bisa menciptakan hidup yang
maslahah penuh ketenangan dan cinta kasih (sakinah, mawaddah, rahmah) sesuai
dengan insting kemanusiaanya (al-Rum/30: 21). Karena telah memahami, suami akan
memperlakukan istrinya dengan ma’ruf, dan melakukan hubungan seksual (jima’)
secara sopan dan nyaman untuk mereguk kenikmatan bersama dengan teknik dan arah
mana yang disukainya, fa’tu hartsakum anna syi’tum (QS. Al-Baqarah/2: 223).
Pendidikan seks dapat mengantarkan pemahaman terhadap antar jenis, bahwa manusia (laki-laki-perempuan) sama di hadapan Allah yang membedakan secara fisik hanya bentuk anatomi tubuh beserta fungsi reproduksinya saja sehingga karena perbedaan itu yang laki-laki bisa membuahi dan perempuan bisa dibuahi, hamil, dan melahirkan. Pada wilayah domistik dan publik kedua jenis kelamin ini harus saling melengkapi, menyempurnakan, dan mencintai untuk membangun ketakwaan dan keharmonisan hidup bersama dalam keluarga dan masyarakat. Pergolakan panjang dalam sejarah dan sampai kini yang masih dapat disaksikan adalah perempuan diposisikan sebagai barang yang bisa diperjualbelikan (traficking seperti jaman Jahiliah) dan dimiliki seperti barang. Ekspresi laki-laki bahwa ia “memiliki perempuan” menyimpan dua makna; perempuan sebagai obyek dan sebagai sesuatu yang arbitrer tidak terlalu jelas dibedakan.
Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan agar dapat:
Pendidikan seks dapat mengantarkan pemahaman terhadap antar jenis, bahwa manusia (laki-laki-perempuan) sama di hadapan Allah yang membedakan secara fisik hanya bentuk anatomi tubuh beserta fungsi reproduksinya saja sehingga karena perbedaan itu yang laki-laki bisa membuahi dan perempuan bisa dibuahi, hamil, dan melahirkan. Pada wilayah domistik dan publik kedua jenis kelamin ini harus saling melengkapi, menyempurnakan, dan mencintai untuk membangun ketakwaan dan keharmonisan hidup bersama dalam keluarga dan masyarakat. Pergolakan panjang dalam sejarah dan sampai kini yang masih dapat disaksikan adalah perempuan diposisikan sebagai barang yang bisa diperjualbelikan (traficking seperti jaman Jahiliah) dan dimiliki seperti barang. Ekspresi laki-laki bahwa ia “memiliki perempuan” menyimpan dua makna; perempuan sebagai obyek dan sebagai sesuatu yang arbitrer tidak terlalu jelas dibedakan.
Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan agar dapat:
1. Membantu anak mengetahui
topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan.
2. Mencegah anak-anak dari
tindak kekerasan.
3. Mengurangi rasa
bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual.
4. Mencegah remaja
perempuan di bawah umur dari kehamilan.
5. Mendorong hubungan yang
baik.
6. mencegah remaja dibawah
umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse).
7. Mengurangi kasus infeksi
melalui seks.
8. Membantu anak muda yang
bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.
V. Teknik Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks,
sebagaimana pendidikan dengan materi apapun, harus disesuaikan dengan tujuan,
tingkat kedalaman materi, usia anak, tingkat pengetahuan dan kedewasaan anak,
dan media yang dimiliki oleh pendidik. Apabila dikaitkan dengan budaya lokal,
penjelasan harus tidak tercerabut dari tradisi lokal yang positif, moral, dan
ajaran agama.
Sebagai orang Jawa,
pendidik diharapkan memahami tentang budayanya termasuk dalam pendidikan
seksnya. Dalam budaya Jawa pendidikan seks dimulai dari hubungan-hubungan
sosial pada masa remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat sangkut-pautnya
dengan proses tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Masalah seks tidak
pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan masyarakat Jawa umumnya
meskipun dalam percakapan banyak lelucon mengenai seks. Karena ada rasa tabu
dalam pembicaraan seks, orang Jawa memiliki simbol lingga- yoni. Lingga
melambangkan falus atau penis, alat kelamin laki-laki. Sedangkan Yoni
melambangkan vagina, alat kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama
dipakai oleh masyarakat nusantara sebagai penghalusan atau pasemon dari hal
yang dianggap jorok. Simbol lain seperti lesung-alu, munthuk-cobek dan
sebagainya juga bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khasanah filsafat
Jawa dikenal dengan isbat curiga manjing warangka yang arti lugasnya adalah
keris masuk kedalam sarungnya.
Pendidikan seks model Jawa
yang serba menggunakan unggah-ungguh agar tidak “saru” tersebut disebakan
karena hubungan seksual dalam pandangan Jawa merupakan sesuatu yang luhur,
sakral, dan memiliki fungsi untuk menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup
manusia. Keharmonisan yang beraroma kenikmatan tinggi jika menggunakan seluruh
tubuh untuk mencari dan mengekspresikan kepuasan satu sama lain. Hubungan
seksual demikian adalah seks yang sesungguhnya dan yang memberi arti yang
sangat dalam.
Secara edukatif, anak bisa diberi pendidikan seks semenjak ia bertanya diseputar seks. Bisa jadi pertanyaan anak tidak terucap lewat kata-kata, untuk itu ekspresi anak harus bisa ditangkap oleh orang tua atau pendidik. Clara Kriswanto, sebagaimana yang dikutip oleh Nurhayati Syaifuddin,menyatakan bahwa pendidikan seks untuk anak usia 0-5 tahun adalah dengan teknik atau strategi :
1. Membantu anak agar ia merasa nyaman dengan tubuhnya.
2. Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sayang dari orang tuanya secara tulus.
Secara edukatif, anak bisa diberi pendidikan seks semenjak ia bertanya diseputar seks. Bisa jadi pertanyaan anak tidak terucap lewat kata-kata, untuk itu ekspresi anak harus bisa ditangkap oleh orang tua atau pendidik. Clara Kriswanto, sebagaimana yang dikutip oleh Nurhayati Syaifuddin,menyatakan bahwa pendidikan seks untuk anak usia 0-5 tahun adalah dengan teknik atau strategi :
1. Membantu anak agar ia merasa nyaman dengan tubuhnya.
2. Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sayang dari orang tuanya secara tulus.
3. Membantu anak memahami
perbedaan prilaku yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan di depan umum seperti
anak selesai mandi harus mengenakan baju kembali di dalam kamar mandi atau di
dalam kamar. Anak diberi tahu tentang hal-hal pribadi, tidak boleh disentuh,
dan dilihat orang lain.
5. Memberikan penjelasan
tentang proses perkembangan tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat
yang sederhana, bagaimana bayi bisa dalam kandungan ibu sesuai tingkat kognitif
anak. Tidak diperkenankan berbohong kepada anak seperti ”adik datang dari
langit atau dibawa burung”. Penjelasan disesuaikan dengan keingintahuan atau
pertanyaan anak misalnya dengan contoh yang terjadi pada binatang.
6. Memberikan pemahaman
tentang fungsi anggota tubuh secara wajar yang mampu menghindarkan diri dari
perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.
7. Mengajarkan anak untuk
mengetahui nama-nama yang benar pada setiap bagian tubuh dan fungsinya. Vagina
adalah nama alat kelamin perempuan dan penis adalah alat kelamin pria ketimbang
mengatakan dompet atau burung.
8. Membantu anak memahami
konsep pribadi dan mengajarkan kepada mereka kalau pembicaraan seks adalah
pribadi.
9. Memberi dukungan dan
suasana kondusif agar anak mau berkonsultasi kepada orang tua untuk setiap
pertanyaan tentang seks.
10. Perlu ditambahkan,
teknik pendidikan seks dengan memberikan pemahaman kepada anak tentang susunan
keluarga (nasab) sehingga memahami struktur sosial dan ajaran agama yang
terkait dengan pergaulan laki-laki dan perempuan.
Saat anak sudah bisa nalar terhadap struktur tersebut orang tua bisa
mengkaitkannya dengan pelajaran Fiqh.
11. Membiasakan dengan
pakaian yang sesuai dengan jenis kelaminnya dalam kehidupan sehari-hari dan
juga saat melaksanakan salat akan mempermudah anak memahami dan menghormati
anggota tubuhnya.
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa teknik pendidikan seks tersebut dilakukan dengan menyesuaikan terhadap kemampuan dan pemahaman anak sehingga teknik penyampaian dan bahasa amat perlu dipertimbangkan.
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa teknik pendidikan seks tersebut dilakukan dengan menyesuaikan terhadap kemampuan dan pemahaman anak sehingga teknik penyampaian dan bahasa amat perlu dipertimbangkan.
VI. Guru Pendidikan Seks
Tugas mendidik anak pada
dasarnya menjadi kewajiban kedua orang tua tetapi karena berbagai keterbatasan
tugas orang tua tersebut dibagi dengan kerabat dekat, guru, ustadz, kyai, atau
pendidik beserta masyarakat lingkungan di mana anak tersebut tinggal.
Pada anak usia 0-5 tahun
peran orang tua dan guru PAUD menjadi dominan karena mobilitas mereka banyak
berpusat pada keluarga dan PAUD. Di luar itu anak usia dini berinteraksi dengan
teman bermainnya yang sebaya dalam groupnya. Kebanyakan ibu yang mengambil
peran lebih dibandingkan dengan yang lain. Ibu sebagai penjaga dan pendidik
(seks) anak pada usia dini diharuskan memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang memadai terhadap materi dan strategi pembelajarannya.
Ibu dan perempuan yang pada
umumnya sangat dekat dengan anak-anak memerlukan pendidikan yang cukup dan
tidak bisa lagi ditolerir mereka hanya diajar oleh orang tua secara natural
tanpa desain pembelajaran dan pendidikan yang memadai. Pendidikan perempuan
yang berkualitas harus diupayakan terus menerus jika masyarakat menginginkan
kehidupan masa depannya menjadi lebih baik dan berperadaban.
VII. Tempat Pendidikan Seks
Terkait dengan tempat
pendidikan seks bagi anak, patut direnungkan pernyataan menarik dari Kuntowijoyo
tentang generasi Muslim saat ini yang sulit dikendalikan oleh tokoh-tokoh agama
dan spiritual dan berkoordinasi dengan ulamanya meskipun ia memiliki pemahaman
keagamaan yang memadai. Menurut Kunto, hal ini disebabkan karena mereka jauh
dari masjid dan belajar secara anonim, dalam artian mereka belajar tidak
berhadapan dengan guru atau ustadz di masjid sebagaimana jaman dahulu biasa
dilakukan oleh para remaja desa. Saat ini para pemuda Muslim belajar Islam dari
koran, majalah, radio, TV, dan internet. Tidak ada lagi komunikasi antara guru-
murid sehingga tiada pula interaksi dan ikatan batin dan ruhaniyah (spiritual)
di antara mereka. Generasi baru Muslim ini telah lahir dari rahim sejarah,
tanpa kehadiran sang ayah, tidak ditunggui saudara-saudaranya. Tangisnya kalah
keras oleh gemuruh teriakan-teriakan reformasi, generasi yang tanpa rujukan
yang jelas, generasi yang tidak mempedulikan anatomi dan rujukan keilmuannya
yang disebutnya sebagai Muslim tanpa masjid.
Pendidikan seks bagi anak
sejak dini harus dilakukan oleh orang tua dan guru dengan berpusat pada masjid.
Masjid dalam arti harfiah yaitu tempat sujud yang berada di setiap rumah
keluarga Muslim karena itu setiap rumah idealnya disediakan ruang khusus untuk
beribadah. Atau di masjid dalam arti syar’i yaitu bangunan yang digunakan untuk
beribadah terutama shalat dan menjadi pusat kegiatan pendidikan dan sosial
umat. Anak semenjak dini harus diperkenalkan dengan masjid sebagai pusat gerak
kehidupannya sehingga secara psikis-sosio-spiritual, karakter mereka akan
terbangun secara positif.
Agar masjid memiliki peran
edukatif seperti sebagai tempat mendidik anak-anak, remaja, dan orang tua
masjid harus didesain dengan memperhatikan kebutuhan warga jamaahnya semisal
pendidikan seks, pendidikan kreatif, atau lainnya. Pendidikan seks yang
diadakan oleh remaja atau takmir masjid di masjid akan memiliki nilai lebih
karena sentuhan spiritualnya yang lebih kental. Masjid bisa sebagai pendidikan
alternatif di saat biaya pendidikan melambung sulit dijangkau oleh masyarakat
umum.
Masjid memberikan multi
pelajaran bagi yang memanfaatkannya sehingga mereka mampu menyerap ilmu untuk
kebahagiaan di duninya dan mengambil hikmah untuk persiapan ia kembali dan
menghadap kepada tuhannya.
.
VIII. Penutup
.
VIII. Penutup
Pendidikan seks terhadap
anak usia dini membutuhkan pendalaman terhadap materi agar tepat sesuai dengan
kebutuhan, usia, dan tingkat pemahaman dan kedewasaan anak. Di samping itu
diperlukan strategi atau teknik penyampaian yang komunikatif – efektif.
Sebagaimana petuah C.W. Longenecker kompetisi dalam mengarungi kehidupan tidak
selamanya dimenangkan oleh orang yang kuat tetapi seringkali diraih oleh orang
yang berfikir untuk mengatur strategi. Selalu berfikir kreatif untuk mengatur strategi dalam rangka mencapai hidup
yang lebih bahagia dan sejahtera.
Kebahagiaan dan kesejahteraan tidaklah diwariskan tetapi diusahakan. Banyak orang ilmuan, tokoh populer, dan jaya dalam hidupnya tetapi tidak mampu menelurkan generasi berkualitas sekaliber dirinya, tetapi banyak juga orang kebanyakan yang mampu mencetak generasi mulia dan brilian karena mau berfikir kreatif dengan mencoba strategi baru yang lebih baik untuk dirinya dan anak-anak atau generasinya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Kebahagiaan dan kesejahteraan tidaklah diwariskan tetapi diusahakan. Banyak orang ilmuan, tokoh populer, dan jaya dalam hidupnya tetapi tidak mampu menelurkan generasi berkualitas sekaliber dirinya, tetapi banyak juga orang kebanyakan yang mampu mencetak generasi mulia dan brilian karena mau berfikir kreatif dengan mencoba strategi baru yang lebih baik untuk dirinya dan anak-anak atau generasinya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar