STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MENURUT KONSEP ISLAMI
KEMAMPUAN untuk belajar merupakan sebuah
karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah
menghadiahkan akal kepada manusia untuk mampu belajr dan menjadi pemimpin di
dunia ini.
Pendapat yang mengatakan bahwa belajar
sebagai aktifitas yang tidak dapat dari kehidupan manusia, ternyata bukan
berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai pedoman hidup
manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu malakukan kegiatan belajar.
Dalam Al Qur’an, kata al-ilm dan turunannya
berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub dalam wahyu yang pertama
turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5.
Ayat ini menjadi
bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat berupa
menyampaikan, menelaah,mencari, dan mengkaji, serta meniliti. Selain Al-Qur’an,
Al Hadist juga banyak menerangkan tentang pentingnya menuntut ilmu. Misalnya
hadist berikut ini;
“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim; carilah ilmu walaupun di negeri cina; carilah ilmu sejak dalam buaian
hingga ke liang lahat; para ulama itu pewaris Nabi; pada hari kiamat
ditimbanglah tinta ulama dengan dara syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari
ulama”
Menurut Drs. Abu Ahmadi dalam bukunya
Sejarah Pendidikan, disebutkan bahwa ”Pendidikan adalah semua kegiatan orang
dewasa yang mempunyai nilai paedagogis bagi anak.”.
Sedangkan menurut Drs. M. Ngalim Purwanto
dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, disebutkan bahwa”
Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak
untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.”
Jadi pada dasarnya pendidikan dalam
pengertian tersebut di atas, adalah terjadinya pergaulan antara orang dewasa
dengan anak-anak. Pergaulan yang di maksud adalah pergaulan yang dapat menolong
anak menjadi orang yang kelak dapat dan sanggup memenuhi tugas hidupnya atas
tanggung jawab sendiri.
Dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan,
disebutkan bahwa “Pendidikan ialah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada
anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa.”
Di sini yang menonjolkan adalah pemberian bantuan secara sengaja atau secara
sadar kepada anak dengan tujuan agar anak tersebut dapat mencapai tingkat
kedewasaannya.
Jika pendidikan itu ditinjau dari sudut
hakekatnya, maka dapat dikatakan bahwa:
Hakekat pendidikan adalah usaha orang
dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta
kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formil dan nonformil.”
Dengan demikian dari keseluruhan
pengertian Pendidikan di atas, dapat di simpulkan bahwa pendidikan pada
hakekatnya adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan fitrah manusia
supaya berkembang sampai pada taraf insan rabbani.
B. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
Indonesia untuk SMA atau sekolah umum mempunyai dasar- dasar yang cukup kuat.
Dasar tersebut dapat ditinjau dari segi yaitu: yuridis, Hukum, Religius, dan
Sosial psychologis.
Untuk selanjutnya dapat diketengahkan satu
persatu tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMA
1. Dasar dari segi yuridis/ hukum
Yang dimaksud dengan dasar dari segi
yuridis/hukum ialah dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan yang secara langsung ataupun secara
tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di
sekolah-sekolah atau pun di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia.
Dasar ideal, yaitu dasar yang bersumber
dari falsafah Negara Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau tegasnya harus beragama. Di dalam ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1978 tentang P.4 (Eka Prasetia Pancakarsa) disebutkan bahwa:
Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan agama dam kepercayaan masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Untuk merealisir hal tersebut, maka di
perlukan adanya pendidikan agama kepada anak-anak karena tanpa adanya
pendidikan agama, akan sulit terwujud sila pertama dari Pancasila tersebut.
2. Dasar Religius
Yang dimaksud dengan dasar religius agama
dalam uraian ini, adalah dasar pelaksanaan pendidikan agama di SMA yang
bersumber dari ajaran agama, dalam hal ini ajaran agama Islam.
Berkaitan dengan dasar agama dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam, maka dasar pertama dan utama ialah
Al-Qur’an yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya, karena di dalam
Al-Qur’an sudah tercakup segala masalah hidup dan kehidupan manusia. Sedangkan
dasar yang kedua adalah Hadist Rasulullah.
Dalam ayat Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah
didapati petunjuk tentang pelaksanaan pendidikan agama Islam antara lain:
1)
Dalam surat At Tahrim ayat 6 berbunyi
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Terjemahnya:
Hai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
2)
Dalam surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Terjemahnya:
Dan
hendaknya di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menerus
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar: merekalah orang-orang yang
beruntung.
Di
dalam Hadist Rasulullah SAW. didapati juga petunjuk tentang pelaksanaan
tersebut, antara lain di sebutkan dalam kisah
رَحْمَةُ
اللهِ عَلىَ خَلَفَا ِفىْ قِـيْلَ : وَمَنْ خُلَفَاؤُكَ ، قَالَ : الَّذِيْنَ
يُحْيُوْنَ سُنَّـنِى وَيُعَلِّى نَـهَا عِبَادَ اللهِ
Artinya
:
Rahmat
Allah bagi seluruh pengganti-pengganti Ku Beliau SAW. Di tanya: siapakah pengganti-pengganti Tuan itu?
Beliau SAW. Bersabda: mereka itu ialah orang-orang yang menghidupkan SunnahKu
dan mengajarkan kepada hamba Allah (HR. Ibnu Adlbbarr).
Dengan demikian dapat di katakan bahwa
ayat dan hadits seperti yang di sebutkan di atas, memberikan pengertian bahwa
dalam ajaran agama Islam memang adalah perintah untuk melaksanakan pendidikan
agama.
3. Dasar dari segi sosial
Dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan
kepada bimbingan dan petunjuk yang benar, yang bernilai mutlak untuk
kebahagiaan hidup di dunia dan di alam sesudah mati. Suatu yang mutlak pula, yaitu Allah SWT. Tuhan
seru sekalian alam. Untuk itulah yang bersifat pengasih dan penyayang
memberikan suatu anugrah kepada manusia yang beragama.
C. TANGGUNGJAWAB PENDIDIK
DR. Zakiah Daradjat dalam bukunya
“Kesehatan Mental” mengemukakan tentang pentingnya tanggungjawab pendidik baik
di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Beliau mengatakan bahwa:
Pendidikan agama Islam mempunyai fungsi
yang sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan kepribadian dan mental
anak, karena pendidikan agama Islam mempunyai dua aspek terpenting, yaitu aspek
pertama yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian anak, dan
kedua, yang ditujukan kepada pikiran yakni pengajaran agama Islam itu sendiri.
Aspek pertama dari pendidikan Islam adalah
yang ditujukan pada jiwa atau pembentukan kepribadian. Artinya bahwa melalui
pendidikan agama Islam ini anak didik diberikan keyakinan tentang adanya Allah
swt.
Aspek kedua dari pendidikan Agama Islam
adalah yang ditujukan kepada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu pengajaran
Agama Islam itu sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah swt, beserta
seluruh ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi, makna yang dikandung oleh
setiap firman-Nya (ajaran-ajaran-Nya) tidak dimengerti dan dipahami secara
benar. Di sini anak didik tidak hanya sekedar diinformasikan tentang perintah
dan larangan, akan tetapi justru pada pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana
beserta argumentasinya yang dapat diyakini dan diterima oleh akal.
Fungsi pendidikan Agama Islam di sini
dapat menjadi inspirasi dan pemberi kekuatan mental yang akan menjadi bentuk
moral yang mengawasi segala tingkah laku dan petunjuk jalan hidupnya serta
menjadi obat anti penyakit gangguan jiwa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
fungsi pendidikan Agama Islam adalah:
1.
Memperkenalkan
dan mendidik anak didik agar meyakini ke-Esaan Allah swt, pencipta semesta alam
beserta seluruh isinya; biasanya dimulai dengan menuntunnya mengucapkan la
ilaha illallah.
2.
Memperkenalkan
kepada anak didik apa dan mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang (hukum
halal dan haram).
3.
Menyuruh
anak agar sejak dini dapat melaksanakan ibadah, baik ibadah yang menyangkut
hablumminallah maupun ibadah yang menyangkut hablumminannas.
4.
Mendidik
anak didik agar mencintai Rasulullah saw, mencintai ahlu baitnya dan cinta
membaca al-Qur’an.
5.
Mendidk
anak didik agar taat dan hormat kepada orang tua dan serta tidak merusak
lingkungannya.
Dari uraian tersebut di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam adalah sebuah proses yang dilakukan
untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah
di muka bumi yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah, maka tujuan
dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah proses
pendidikan berakhir.
D. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
Seperti diketahui bahwa pembinaan mental
anak didik tidaklah dimulai dari sekolah, akan tetapi dimulai dari rumah
(keluarga), sejak si anak dilahirkan ke titik maksimal yang dapat sesuai dengan
tujuan yang dicita-citakan dunia, mulailah ia menerima didikan-didikan dan
perlakuan-perlakuan. Mula-mula ibu bapaknya, kemudian dari anggota keluarga
yang lain (saudara) dan kemudian dari lingkungan masyarakatnya.
Hal demikian memberikan warna dan
mempengaruhi dasar-dasar pembentukan kepribadiannya. Pembinaan, pertumbuhan
mental dan kepribadiannya itu kemudian akan ditambah dan disempurnakan oleh
sekolah. Orang tua seharusnya memberikan pendidikan agama pada anak-anaknya
sejak kecil, bahkan sejak masih dalam kandungan, sebab disadari atau tidak, hal
ini akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir
terutama pada perkembangan dan pertumbuhan aspek kejiwaannya.
Kalau dilihat kembali pengertian
pendidikan Islam, maka terdapat sesuatu yang diharapkan dapat terwujud ketika
seseorang telah mengalami sebuah proses pendidikan Islam, yaitu manusia yang
utuh baik jasmani maupun rohani, sehingga dapat hidup berkembang secara wajar dan
normal karena didasari oleh ketakwaannya kepada Allah SWT.
Tujuan pendidikan merupakan suatu kondisi
yang menjadi target penyampaian pengetahuan. Tujuan ini merupakan acuan dan
panduan untuk seluruh kegiatan yang terdapat dalam seluruh system pendidikan.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempersiapkan anak didik atau individu dan
menumbuhkan segenap potensi yang ada, baik jasmani maupun rohani agar dapat
hidup dan berpenghidupan sempurna, sehingga ia dapat menjadi anggota masyarakat
yang berguna bagi dirinya dan umatnya.
Dengan demikian dapat dilihat bagaimana
tujuan pendidikan Islam yang dirumuskan oleh Al-Ghazali dalam kitabnya, seperti
yang dikutip oleh Zainuddin, dkk, yaitu:
1. Mempelajari ilmu pengetahuan
semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu saja.
Al-Ghazali dalam bukunya, seperti dikutip
oleh Zainuddin, dkk, mengatakan bahwa:
Apabila engkau mengadakan penelitian atau
penalaran terhadap ilmu pengetahuan, maka engkau akan melihat kelezatan
padanya, oleh karena itu tujuan mempelajari ilmu pengetahuan adalah karena ilmu
pengetahuan itu sendiri.
2. Tujuan utama pendidikan adalah
pembentukan akhlak .Al-Ghazali mengatakan bahwa:
Tujuan murid mempelajari segala ilmu
pengetahuan pada masa sekarang adalah kesempurnaan akhlak dan keutamaan
jiwanya.
3. Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Bagi Al-Ghazali menimba pengetahuan
tidaklah semata-mata untuk tujuan akhirat, akan tetapi terdapat keseimbangan
tujuan hidup termasuk kebahagiaan di dunia.
Dan sesungguhnya engkau mengetahui bahwa
hasil ilmu pengetahuan adalah pendekatan diri pada Tuhan pencipta alam,
menghubungkan diri dan berhampiran dengan ketinggian malaikat, demikian itu
adalah akhirat. Adapun di dunia adalah kemuliaan, kebesaran, pengaruh
pemerintahan bagi pemimpin Negara dan penghormatan menurut kebiasaannya.
Untuk mencapainya sebuah tujuan dalam
pendidikan Islam, maka unsur dalam pendidikan itu haruslah dirumuskan dengan
baik. Program yang akan dijadikan rujukan dalam pelaksanaan pendidikan Islam
tentunya harus sinergis dengan tujuan yang ingin dicapai, berdasarkan
nilai-nilai Islam, termasuk tujuan manusia diciptakan di muka bumi ini.
E. STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MENURUT ISLAM
Bahwa orang yang belajar akan mendapatkan
ilmu yang dapa digunakan untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya di
kehidupan dunia.
Manusia dapat mengetahui dan memahami apa
yang dilakukannya karena Allah sangat membenci orang yang tidak memiliki
pengetahuan akan apayang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat akan
dimintai pertanggungjawabannya.
3. Dengan ilmu yang dimilikinya, mampu
mengangkat derajatnya di mata Allah.
b. Cara Belajar
1. Belajar melalui imitasi
Di awal perkembangannya, seorang bayi
hanya mengikuti apa yang dilakukan ibunya dan orang-orang yang berada di dekatnya.
Ketika dewasa, tingkat perkembangan manusia semakin kompleks meskipun meniru
masih menjadi salah satu cara untuk belajar. Tetapi, sumber belajar itu tidak
lagi berasal dari orang tua ataupun orang-orang yang berada di dekatnya
melainkan orang-orang yang sudah mereka kenal misalnya, orang terkenal,
penulis, ulama dan lain-lain.
Di dalam Islam, dapat ditemui juga hal
yang demikian. Mari kita lihat sepasang saudara kembar, Qabil dan Habil. Banyak
juga di dalam Al-Qur’an yang mencoba menerangkan tentang salah satu varian yang
seperti demikian. Karena tabiat manusia yang cenderung untuk meniru, maka
teladan yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting dalam membentuk
perilaku manusia.
2. Pengalaman Praktis dan trial and error.
Dalam hidup, manusia terkadang menghadapi
situasi yang menuntutnya untuk cepat tanggap terhadapa permasalahan yang ada
tanpa ada pembelajaran sebelumnya. Sehingga, manusia terkadang mencoba-coba
segala cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
3. Berfikir
Berfikir merupakan salah satu pilihan
manusia untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat
belajar dengan melakukan trial and error secara intelektual (Ustman Najati,
2005). Dalam proses berfikir, manusia sering menghadirkan beberapa macam solusi
atas permasalah yang didapatkannya sebelum akhirnya mereka menjatuhkan pilihan
pada satu solusi. Oleh karena itu, para psikolog mengatakan bahwa berfikir
merupakan proses belajar yang paling tinggi.
Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat yang
memerintahkan manusia untuk selalu menggunakan akal dan memahami dan merenungi
segala ciptaan dan kebesaran Allah di alam ini. Antara lain seperti
Q.S.Al-Ghasyiah : 17-20, Q.S.Qaf : 6-10, Q.S. Al-An’am: 95, Q.S. Al-Anbiya :
66-67. Selanjutnya, salah satu metode yang dapat memperjelas dan memahami
sebuah pemikiran seseorang adalah dengan menggunakan diskusi, dialog,
konsultasi dan berkomunikasi dengan orang lain (Utsman Najati, 2005).
Hal senada juga pernah diungkapkan oleh
salah satu Vygotsky, yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang akan
berkembang apabila dia berinteraksi dengan orang lain, dengan demikian, belajar
manusia dapat berkembang ketika kognitif mereka berkembang.
Ustman Najati menyatakan bahwa aktivitas
berfikir manusia saat belajar tidak selalu menghasilkan pemikiran yang benar.
Adakalanya kesalahan mewawrnai proses penetuan solusi atas masalah yang
dihadapi. Dan dalam kondisi seperti ini, manusia sering mengalami hambatan dan
berfikir statis dalam berpikir, dan tidak mau menerima pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran
baru.
c. Sarana Belajar
1. Sarana Fisik
Terdapat dua panca indera manusia yang
membantunya untuk melakukan kegiatan belajar yakni, mata dan telinga. Tidak
bisa dipungkiri kedua panca indera ini menjadi sesuatu yang mutlak digunakan
ketika belajar. Dua panca
indera ini pula sering disebutkan dalam Al-Qur’an. Meskipun demikian, indra
peraba, perasa, dan penciuman juga mampu memberikan kontribusi pada saat
belajar.
2. Sarana Psikis
Akal dan qalb merupakan bagian dari saran
psikis. Akal dapat diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelegensi
(Bastaman, 1997). Akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkannya pada
pemikiran yang logis dan rasional. Sedangkan qalb mempunyai dua arti, yakni
fisik dan metafisik. Qalbu dalam arti fisik adalah jantung dan dana dalam arti
metafisik adalah karunia Tuhan yang halus yang bersifat rohaniah dan ketuhanan
yang ada hubungannya dengan jantung.
2. Konsep Belajar menurut Tokoh-Tokoh
Islam
1. Al-Ghazali
Dalam pemahaman beliau, seorang filsuf
pendidikan di kalangan Islam, pendekatan belajar dalam mencari ilmu dapat
dilakukan dengan melakukan dua pendekatan, yakni ta’lim insani dan ta’lim
rabbani. Ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini
merupakan hal yang lazim dilakukani oleh manusia dan biasanya menggunakan alat
indrawi yang diakui oleh orang yang berakal.
Menurut Al Ghazali, dalam proses belajar
mengajar sebenarnya terjadi eksplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan
perubahan-perubahan perilaku. Dalam proses ini, anak didik akan mengalami
proses mengetahui yaitu proses abstraksi. Al Ghazali kemudian membagi abstraksi
ini menjadi empat tahap, yakni terjadi pada indra, terjadi pada al-khayal .
2. Al-Zarnuji
Menurut al-Zarnuji, belajar bernilai
ibadah dan mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dan
ukhrawi. Karenanya, belajar harus diniati untuk mencari ridha Allah,
kebahagiaan akhirat, mengembangkan dan melestarikan Islam, mensyukuri nikmat
akal, dan menghilangkan kebodohan.
Dimensi duniawi yang dimaksud adalah sejalan
dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan, yakni menekankan bahwa proses
belajar-mengajar hendaknya mampu menghasilkan ilmu yang berupa kemampuan pada
tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotorik.
Adapun dimensi ukhrawi, Al-Zarnuji
menekankan agar belajar adalah proses untuk mendapat ilmu, hendaknya diniati
untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai manifestasi perwujudan rasa syukur
manusia sebagai seorang hamba kepada Allah SWT yang telah mengaruniakan akal.
Lebih dari itu, hasil dari proses
belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga ranah tersebut),
hendaknya dapat diamalkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan
diri dan manusia. Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu
hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni untuk mengembangkan dan
melestarikan agama Islam dan menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya maupun
orang lain. Inilah buah dari ilmu yang menurut al-Zarnuji akan dapat menghantarkan
kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat kelak.
Dalam konteks ini, para pakar pendidikan
Islam termasuk al-Zarnuji mengatakan bahwa para guru harus memiliki perangai
yang terpuji. Guru disyaratkan memiliki sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yang
terlarang), memiliki kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, dan berumur
(lebih tua usianya). Di samping itu, al-Zarnuji menekankan pada “kedewasaan”
(baik ilmu maupun umur) seorang guru. Hal ini senada dengan pernyataan Abu
Hanifah ketika bertemu Hammad, seraya berkata: “Aku dapati Hammad sudah tua,
berwibawa, santun, dan penyabar. Maka aku menetap di sampingnya, dan akupun
tumbuh dan berkembang.
- KESIMPULAN
Pendidikan pada hakekatnya adalah ikhtiar
manusia untuk membantu dan mengarahkan fitrah manusia supaya berkembang sampai
pada taraf insan rabbani. “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim; carilah
ilmu walaupun di negeri cina; carilah ilmu sejak dalam buaian hingga ke liang
lahat; para ulama itu pewaris Nabi; pada hari kiamat ditimbanglah tinta ulama
dengan dara syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari ulama”
Untuk merealisir hal tersebut, maka diperlukan
adanya pendidikan agama kepada anak-anak karena tanpa adanya pendidikan agama,
akan sulit terwujud sila pertama dari Pancasila tersebut.
bahwa pendidikan Agama Islam adalah sebuah
proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai khalifah Allah di muka bumi yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur’an
dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil
setelah proses pendidikan berakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Anggani Sudono,
M.A., Mengembangkan Kesadaran Masyarakat; Berpartisipasi Meningkatkan
Pendidikan Anak Bangsa, dalam Membangun Masyarakat Pendidikan, Jakarta,
2001
Daulay, Haidar
Putra. 2004. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia.
Jakarta: Prenada Media
Daradjat,
Zakiah. 1984. Pembinaan Dimensi Rohaniyah Manusia dalam Pandangan Islam.
Medan: IAIN
Endang Komara,
Dr. H., M.Si., Peran Pendidikan Islam Dalam Era Globalisasi, Jakarta,
2005
Tim Penyusun
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta:
Djambatan, 1992)
Langgulung,
Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikhologi dan Pendidikan.
Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ibrahim Musa,
DR, M.A., Otonomi Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah, Pusat
Penelitian Kelembagaan Universitas Terbuka, Jakarta, 2000.
Kaluge, Laurens,
2003, Sendi – sendi Manajemen Pendidikan, Surabaya;UNESA University
Press
Saridjo, Marwan
, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta, CV. Amisco, 1996
Sidi, 1, 2001, Strategi Pendidikan
Nasional, Makalah, disampaikan pada simposium dan musyawarah Nasional 1
Alumni Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang tanggal 13-14 Oktober
2001 di Malang.
Syafrudin, 2002, Manajemen Mutu
Terpadu Dalam Pendidikan Konsep, Strategi dan Aplikasi, Jakarta,
PT.Grasindo.
0 komentar:
Posting Komentar