Banyak persi Fenomena Pengembangan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, lembaga pendidikan tersebut sudah menerima beberapa surat yang mengucapkan terima kasih dari konsultan-konsultan pendidikan yang sedang bekerja di negara lain yang sedang berkembang. lembaga pendidikan tersebut ingin mengumpulkan sebanyak mungkin informasi praktis dari mereka yang berpengalaman di lapangan - supaya dapat digunakan oleh semua negara yang sedang berkembang (developing country). Di bidang pendidikan, negara mana yang tidak dapat disebut developing country?
Sebelum desentralisasi, beberapa sekolah dan lembaga pendidikan di Indonesia sudah melaksanakan proses Manajemen Berbasis sekolah dan lembaga pendidikan (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah dan lembaga pendidikan secara internal. sekolah dan lembaga pendidikan-sekolah dan lembaga pendidikan ini, disebut sebagai pelopor, dan perkembangannya sebenarnya cukup hebat. Kepala sekolah dan lembaga pendidikan juga termasuk berani kalau kita melihat keadaan lingkungan dan paradigma sistem manajemen pendidikan saat itu.
Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia lembaga pendidikan tersebut mulai dapat melihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Proses MBS tidak dapat disebut baru di Indonesia, tetapi pelaksanaan sekarang dibuktikan dapat mengubah kebudayaan dan sistem supaya pengembangannya menjadi efektif dan "sustainable".
Apa yang membuat implementasi sekarang menjadi efektif?
Dasarnya adalah - Manajemen implementasi yang baik. Seperti semua inisiatif yang lain, manajemen yang baik adalah kunci untuk implementasi yang afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan kebudayaan organisasi, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan sebelumnya, seperti kita sudah melihat dulu setelah kepala sekolah dan lembaga pendidikan yang mendorong prosesnya dipindahkan ke sekolah dan lembaga pendidikan yang lain.
Untuk implementasi yang baik semua stakeholder harus sangat mengerti peran mereka masing-masing. Sesuai dengan etos MBS peran mereka tidak dapat dipastikan dari awal secara hitam di atas putih, mereka perlu, secara proses terbuka, mendiskusikan dan menukar pikiran supaya peran mereka yang paling mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan. Di dalam program baru, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior, semua stakeholder walau mereka adalah Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik untuk membantu stakeholder yang lain maupun keperluan mereka sendiri. Sekarang, yang juga sangat mendukung prosesnya adalah kita sekalian mengimplementasikan PAKEM (Contextual Learning).
Sebelum desentralisasi, beberapa sekolah dan lembaga pendidikan di Indonesia sudah melaksanakan proses Manajemen Berbasis sekolah dan lembaga pendidikan (MBS) secara mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sekolah dan lembaga pendidikan secara internal. sekolah dan lembaga pendidikan-sekolah dan lembaga pendidikan ini, disebut sebagai pelopor, dan perkembangannya sebenarnya cukup hebat. Kepala sekolah dan lembaga pendidikan juga termasuk berani kalau kita melihat keadaan lingkungan dan paradigma sistem manajemen pendidikan saat itu.
Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia lembaga pendidikan tersebut mulai dapat melihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Proses MBS tidak dapat disebut baru di Indonesia, tetapi pelaksanaan sekarang dibuktikan dapat mengubah kebudayaan dan sistem supaya pengembangannya menjadi efektif dan "sustainable".
Apa yang membuat implementasi sekarang menjadi efektif?
Dasarnya adalah - Manajemen implementasi yang baik. Seperti semua inisiatif yang lain, manajemen yang baik adalah kunci untuk implementasi yang afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan kebudayaan organisasi, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan sebelumnya, seperti kita sudah melihat dulu setelah kepala sekolah dan lembaga pendidikan yang mendorong prosesnya dipindahkan ke sekolah dan lembaga pendidikan yang lain.
Untuk implementasi yang baik semua stakeholder harus sangat mengerti peran mereka masing-masing. Sesuai dengan etos MBS peran mereka tidak dapat dipastikan dari awal secara hitam di atas putih, mereka perlu, secara proses terbuka, mendiskusikan dan menukar pikiran supaya peran mereka yang paling mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan. Di dalam program baru, tidak ada peserta (stakeholder) yang dianggap superior, semua stakeholder walau mereka adalah Dewan Pendidikan, guru baru, atau orang tua yang petani, membawa input (pengalaman) dan kebutuhan mereka ke meja diskusi untuk mencari jalan terbaik untuk membantu stakeholder yang lain maupun keperluan mereka sendiri. Sekarang, yang juga sangat mendukung prosesnya adalah kita sekalian mengimplementasikan PAKEM (Contextual Learning).
0 komentar:
Posting Komentar