Silahkan baca dulu penjelasan yang dikutip penulis dari Media Indonesia.com Tentang Judul di atas.
JAKARTA--MICOM: Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) masih menuai kritik. Berdirinya RSBI/SBI menciptakan paradoksial dalam bidang pendidikan. Hal itu menyebabkan seseorang tidak berdaya untuk menjadi pintar, karena harus membayar mahal biaya pendidikannya.
Hal ini dikemukakan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Bagus Takwin dalam sidang ketujuh Pengujian Pasal 50 ayat (3) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
"Pada akhirnya menciptakan lingkaran setan, yang bodoh tetap bodoh, yang pintar ya sudah pintar sendiri. Padahal seseorang bersekolah itu untuk mencari ilmu agar bisa membekali dirinya di masa depan, tetapi kalau mau mendaftar ke RSBI/SBI harus modal besar dahulu," ucap Bagus Takwin saat mengutarakan pendapatnya di depan Majelis Hakim dan Pemerintah, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu(2/5).
Bagus menegaskan pendidikan itu merupakan hak semua warga negara tanpa terkecuali, karena itu pemerintah juga harus menjamin kesetaraan mutu bagi sekolah manapun.
Mengacu pada konsep pendidikan SBI itu baik, namun realitasnya mengatakan lain, yaitu justru membedakan mutu sekolah yang satu dengan yang lain.
Selain itu, konsep SBI juga dilegalkan dengan UU Sisdiknas sehingga bertentangan dengan amanat UUD 1945 untuk memberikan kesetaraan mutu bagi warga negara Indonesia.
"Kualitasnya jelas berbeda antara RSBI/SBI dengan Sekolah Standar Nasional (SSN). Saya jadi teringat usaha pemimpin dunia Hitler dalam menciptakan ras-ras unggul seperti Nazi di Jerman. Apapun itu baik atau buruknya penyelenggaraan RSBI/SBI merupakan persoalan etis," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Hakim Mahfud MD menganalogikan dengan sekolahnya pada jaman dahulu yang memiliki pembedaan untuk pribumi dan nonpribumi.
"Sekolah orang nonpribumi itu lebih bagus, namun apakah cara berpikir pribumi dan nonpribumi itu masih relevan untuk saat ini?. Secara psikonasionalisme, jangan-jangan cara berpikir seperti dahulu masih ada," tanya Mahfud MD.
Kalimat di atas sangat menjewer kita sebagai guru, orang tua, pemerhati pendidikan dan orang yang memeiliki lembaga pendidikan. Kenapa tidak, hari ini isu tawuran yang menjadi hot senter dikalangan dunia pendidikan menggambarkan RSBI atau SBI sama - sama tidak menjamin akhlak siswa itu baik, kenapa tidak pendidikan akhlak, moral yang lebih di tingkatkan, sehingga kekhawatiran tawuran, pelecehan seks dan pergaulan bebas serta Narkoba terhindarkan. Kembali lagi dihimbau untuk kita yang mengerti agar peduli dan mengawasi hal ini.
0 komentar:
Posting Komentar