Kepemimpinan Fasilitatif: Memberi jalan perubahan Sekolah
Kepemimpinan pendidikan di sekolah ditemukan dalam kepemimpinan kepala sekolah, pengawas dan para guru. Newstrom dan Davis (2002) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dan mendukung orang lain untuk bekerja secara antusias menuju pencapaian tujuan. Dari definisi ini ada tiga elemen penting yaitu: pengaruh/dukungan, usaha sukarela dan pencapaian tujuan.
Konsisten terhadap visi, misi dan tujuan juga merupakan keteladanan pemimpin sekolah yang harus dibangun. Dijelas kannya lebih lanjut: The primary role ofleader is to influence others to voluntary seekdefine objectives (preferably with entJvusiasm). Leaders create a vision and inspire others to achieve this vision and tosretch themselves beyond their capabilities". Kemampuan pemimpin dapat diketahui melalui pengamatan dari efektivitas peran keteladanan
Dalam konteks ini, strategi kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin dalam berinteraski dengan anggota atau bawahannya. Banyak strategi atau cara dan model perilaku yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain dalam suasana kepemimpinan. Begitupun, strategi atau model perilaku kepemimpinan fasilitatif dalam pembelajaran adalah bagian penting yang dapat diterapkan oleh kepala sekolah untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran.
Ditegaskan Suparno, SJ (2002:61) kepemimpinan kepala sekolah mencakup cara-cara dan usaha di dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing serta menggerakkan guru, staf, siswa dan orang tua siswa demi tercapainya tujuan sekolah".
Dengan demikian, tak jauh berbeda kepemimpinan pen didikan meliputi cakupan lebih luas dalam semua organisasi pengelola dan penyelenggaran pendidikan. Kemudian kepemimpinan pengajaran bisa lebih diperkecil dalam sekolah dan kelas. Konsep kepemimpinan pengajaran muncul dalam awal tahun 1980-an, maka terjadi perubahan aturan bagi administrator sekolah. Sungguh sudah berlangsung lama penilaian terhadap kemampuan kepala sekolah untuk mengelola operasional sekolah dengan pendekatan bisnis yang efisien. Kepala sekolah sekarang ini mengatur secara khusus dengan misi akademik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi tinggi yang dicapai sekolah dan kepala sekolah yang berani mengarahkan program akademik, menyusun sasaran, menguji kurikulum, evaluasi guru dan menilai hasil dengan visi dan misi yang jelas".
Ternyata banyak administrator pendidikan memasuki Huunstream baru ini, sebab keadaan ini mendukung keterlibatan kepala sekolah secara langsung dalam inti misi akademik sekolah. Tetapi ini juga mengkristal pada irnej kepemimpinan tertentu, suatu penekanan pengambilan keputusan dari atas ke bawah dengan kuat, secara teknis dilakukan pemimpin. Pada dewasa ini, pandangan baru yang muncul dari kepemim pinan menyarankan bahwa peran kepala sekolah seharusnya tidak memerintah yang lain tetapi menciptakan budaya sekolah dalam mana keputusan dibuat secara kolaboratif. Sebagaimana tugas kekuasaan kepemimpinan fasilitatif adalah ditampilkan melalui orang lain, tidak menekan atas yang lain".
Bahkan perkembangan keberadaan model perilaku kepemimpinan fasilitatif melihat kepada tantangan asumsi dari penguasaan teknik dan kekuasaan penuh pengambilan kepu tusan bersama dengan kepemimpinan pendidikan. Dapatkah kepemimpinan pengajaran menjadi pemimpin fasilitatif- yang memudahkan staf dan guru mengembangkan kemampuannya mencapai efektivitas pengajaran? Karena inti kepemimpinan pendidikan yang baik, mempengaruhi iklim kondusif pem belajaran sekolah.
Sesungguhnya ada suatu kecenderungan umum, bahwa yang cocok dengan kepemimpinan pengajaran adalah kepe mimpinan fasilitatif atau transformasional. Suatu model kepe mimpinan yang menekankan kolaborasi dan pemberdayaan. Weber (1989) mengidentifikasi lima fungsi utama kepemimpinan pengajaran, yaitu: merumuskan misi sekolah, memajukan iklim pembelajaran positif, mengamati dan memberikan umpan balik kepada guru, mengelola kurikulum dan pengajaran, serta menilai program pengajaran".
Meminjam pendapat Lahsway (1995:1) yang menjelaskan bahwa sejauh ini dikenal bahwa istilah kepemimpinan trans formasional dipandang sebagai seorang pribadi berkualitas, memiliki kemampuan untuk memberi inspirasi pegawai, melihat minat pribadi dan berfokus kepada sasaran organisasi. Konsep ini menurutnya dikembangkan atas waktu, dan sekarang kepe mimpinan ini sering dipandang sebagai strategi luas yang kemudian dijelaskan dengan istilah fasilitatif.
Dengan demikian pemimpin transformasional memper hatikan potensi motif individu dalam anggotanya, meng usahakan kepuasan kebutuhan yang tinggi, dan mengikat secara penuh pribadi-pribadi anggota (Owens, 1995:126). Ternyata hasil dari kepemimpinan transfformatif adalah hubungan timbal balik pimpinan dan anggota saling memajukan untuk berkinerja tinggi dan mencapai kepuasan".
Sedangkan bagi yang membedakan transfomasional dan fasilitatif bahwa kepemimpinan fasilitatif, didefinisikan Conley & Gold-man (1994) dalam (Lashway, 1995) sebagai perilaku yang meninggikan kemampuan kolektif dari sekolah untuk mengadaptasi, memecahkan masalah, dan meningkatkan kinerja". Kata kunci di sini kolektif; pemimpin fasilitatif ber
peran untuk mempercepat keterlibatan pegawai pada semua level".
Ada beberapa strategi kunci digunakan oleh pemimpin fasilitatif; mengatasi hambatan sumberdaya, membangun tim kerja, memberikan umpan balik, koordinasi dan manajemen konflik; menciptakan jariangan komunikasi, melaksanakan kolaborasi, dan mencontohkan visi sekolah".
Kepemimpinan pengajaran menempati tanggung jawab ini dalam cakupan tugas kepala sekolah. Weher menyarankan bahwa memimpin suatu kelompok profesional mungkin lebih haik disebut pendekatan kolaboratif- sebagai suatu gagasan yang memiliki kelangsungan untuk memperoleh dukungan".
Arah baru ini, menekankan pentingnya budaya organisasi sekolah ketimbang tugas teknis semata, menciptakan suatu prospek kepemimpinan sekolah. Pendekatan kolaboratif memberikan harapan bagi transformasi akhir pengajaran dan pembelajaran. Kepala sekolah menghadapi kebutuhan harian bagi tindakan cepat atas persoalan utama; sasaran harus dibangun, buku teks harus dipilih, program harus dievaluasi. Nampaknya, kepala sekolah harus memilih antara keuntungan jangka panjang dan keuntungan jangka pendek.
Pemberdayaan sekolah menuju kepada tujuan khusus pengajaran. Bila pengajaran unggul sangat disukai untuk dicapai melalui program yang dimiliki, maka pertemanan tidak secara otomatis mengarahkan peningkatan pembelajaran siswa. Kepala sekolah harus mampu menerjemahkan konsep dan kerjasama masuk ke dalam kejelasan visi, misi dan sasaran yang dapat diketahui dan terlihat dalam kinerja sekolah. Ber bagai literatur tidak memberikan model komprehensif bahwa kelembutan perilaku yang memudahkan merupakan proses fasilitatif terpadu dengan tugas pengajaran. Tugas kepernimpinan pengajaran fasilitatif merupakan pendekatan dalam cara-cara yang lebih kolaboratif.
Pada awalnya kepemimpinan pengajaran menekankan pada pentingnya "menyusun harapan yang tinggi", yang secara normal bermakna pencapaian sasaran akademik dan menemukan skor tes tinggi. Gagasan ini berkembang sejak masuk ke dalam konsep komprehensif "membangun misi sekolah", atau "menciptakan visi baru sekolah".
Misi sekolah kadangkala dipandang sebagai sekedar kreasi pribadi kepala sekolah seorang yang diharapkan untuk meng ucapkannya, mempublikasikannya, tetapi diskusi terbaru sudah menekankan dimensi kolaboratif dari proses pelaksanaan visi dan misi sekolah. Pada dimensi minimum, stakeholders utama (guru, orang tua, masyarakat dan pelajar), seharusnya diajak memberikan partisipasi dalam formulasi misi.Thomas Sergiovani (1994) dalam Beach dan Reinhatz (2000) beralasan bahwa sekolah seharusnya komunitas bertujuan, yang di dalamnya ada nilai inti organisasi memenuhi setiap aspek organisasi sekolah. Para guru dalam setiap sekolah tidak mem butuhkan komite untuk menceritakan kepada mereka apa sebenarnya misi sekolahnya".
Menurut Owens, (1995:126) antara Kepemimpinan Transformatif dengan Kepemimpinan Transaksional dalam konteks pendidikan, yaitu:
1) Kepemimpinan Transaksional dalam pendidikan adalah dapat dan melakukan pekerjaan, keamanan, jabatan, dan dapat menyenangkan, dan bahkan lebih mendukung perubahan, bekerjasama dan pemenuhan anggota.
2) Kepemimpinan transformasional, memotivasi potensi anggota, memelihara kepuasan kebutuhan tinggi, dan mengikat sepenuhnya anggota. Hasil dari kepemimpinan transformasional adalah adanya suatu hubungan timbal balik dan saling merangsang serta peninggian yang memin dahkan pengikut ke dalam pemimpin dan memasukkan pimpinan dalam agen moral. Tingkatan tinggi kepemim pinan adalah bahwa konsep kepemimpinan moral mulai untuk menerima lebih banyak perhatian dalam dunia pen didikan tahun 1990-an.
Salah satu aspek penting dalam pemberdayaan adalah memberikan peluang kepada guru untuk berpartisipasi secara aktif, terbuka dan tanpa rasa takut dalam akhir proses menjaga dan mewujudkan visi sekolah, serta budaya melalui diskusi aktif.
Burn menjelaskan bahwa dasar kepemimpinan trans formatif, pendidikan di sekolah, yaitu:
1)Partisipasi guru secara aktif dalam proses dinamis dari kepe mimpinan memberikan kontribusi pengetahuan, pemahaman dan gagasan mereka untuk membangun visi sekolah.
2)Mereka memperoleh rasa memiliki pribadi lebih baik dan kemudian komitmen pribadi terhadap nilai sekolah yang akan memlihara visi masa depan.
3)Dengan keterlibatan pribadi secara aktif dalam proses dan dengan tekad pribadi terhadap hasil, guru terdorong untuk berkembang dalam kesadaran akan misi luas sekolah dan hubungan mereka sehari-hari untuk bekerja kepada pen capaian misi" (Owens, ,1995:132).
Pencapaian konsensus yang kuat memerlukan sentuhan mendalam. Conley dan Goldman mencatat bahwa pimpinan sekolah seringkah terlambat membuat visi pribadi mereka untuk mencapai kesepakatan luas. Pada saat yang sama, "Nancy Buell (1992) dalam Beach dan Reinhatz (2000) beralasan bahwa kepala sekolah harus secara aktif menerima dengan sejumlah nilai pencerahan dalam hal visi umum sekolah. Pelaksanaan ini bahwa formulasi visi adalah lebih merupakan dialog berkelanjutan daripada satu kali peristiwa saja".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar