PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMPERKUKUH ETIKA DAN MORAL BANGSA
Dalam Islam tidak dikenal dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan. Paradigma Islam tentang ilmu pengetahuan adalah bahwa dunia fisik atau materi tidak memiliki eksistensi yang berdiri sendiri. Dunia fisik, sebagaimana dunia yang lain (immateri), memperoleh eksistensinya dari dan terkait dengan Tuhan (Bakar, 1994:17). Pandangan ini mengacu kepada keyakinan Islam yang paling utama yaitu tauhid. Ilmu pengetahuan, dalam pandangan Islam, pada hakekatnya milik Allah dan manusia hanya mampu menguasainya dengan terbatas. Sebagai hamba yang berada di alam syahddah (nyata), manusia dapat memiliki pengetahuan disebabkan kekuatan nalar yang diberikan Allah kepadanya. Dengan demikian, terdapat hubungan antara pandangan dunia tauhid dengan semangat keilmuan karena ilmu pengetahuan pada hakekatnya menjadi jembatan untuk mencapai kebenaran agama, yaitu tauhid.
Sebaliknya, dalam paradigma Barat ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia materi di mana untuk mencapai kebenaran dilakukan eksperiment dengan menggunakan logika dan pengalaman empiris (John Ziman, 1988:10-12). Ilmu pengetahuan, dalam pandangan ini, adalah ciptaan manusia secara sadar yang berpangkal dari semangat mencari kebenaran dan objektivitas, penghormatan kepada bukti empiris dan pikiran kritis. Paradigma
ini melahirkan pandangan bahwa agama hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat rohani, sedangkan ilmu pengetahuan mengurus hal-hal yang bersifat materi. Pandangan dikotomis ini merupakan produk filsafat Barat yang menafikan nilai-nilai spiritualitas dan mengagungkan materi (materialisme). Pandangan ini tidak saja bertentangan dengan dalil tauhid, tetapi juga bertentangan dengan aksiomatik bahwa kebenaran itu bersifat relatif dalam dunia ilmu pengetahuan, tidak terkecuali bidang eksakta seperti matematika dan fisika.
Islam bukan hanya semata-mata agama dalam pengertian terbatas, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam menolak pemisahan antara agama dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Berangkat dari paradigma Islam tentang ilmu pengetahuan ini para pemimpin dan umat Islam menyelenggarakan dan mengem-bangkan pendidikan Islam di tanah air. Kemunculan lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren dan madrasah tidak hanya dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai dan sikap-sikap keagamaan, tetapi lebih jauh dimaksudkan pula untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan di pondok pesantren dan madrasah seharusnya tidak melulu pelajaran agama tetapi juga harus mengajarkan disiplin ilmu umum. Seperti yang pernah ditegaskan Moh. Natsir bahwa pondok pesantren bukan merupakan tempat pendidikan agama semata, melainkan juga sebagai pendidikan yang mampu menghasilkan kelompok intelektual yang setaraf dengan lulusan sekolah gubernemen (Steenbrink,1986:223).
Dalam perjalanannya politik kolonial yang secara sistematis ingin menyisihkan peran lembaga pesantren dalam kehidupan bangsa menyebabkan pendidikan pesantren menyempit pada pengajaran ilmu agama saja. Walaupun mendapatkan pembatasan sedemikian rupa, dalam kenyataannya pondok pesantren dan madrasah tetap mampu melakukan perannya dalam ikut mencen laskan kehidupan bangsa. Pondok pesantren dan madrasah telah memainkan peran yang besar dalam memberikan pendidikan kepada bagian terbesar bangsa yang tidak tersentuh oleh sistem pendidikan kolonial Belanda yang sangat memihak dan diskriminatif. Kita menemukan puluhan ribu pondok pesantren
dan madrasah berdiri tersebar di hampir seluruh bagian kepulauan Nusantara, nuilai dari Aceh sampai kepulauan Maluku. Lembaga milah yang telah memainkan peran aktif dalam memelihara perkembangan kehidupan agama dan sekaligus dalam upaya pencerdasan bangsa melalui program pendidikan yang diselenggarakannya.
Adalah sangat menarik dan penting untuk diingat bahwa penyelenggaraan pendidikan pesantren dan madrasah itu dilakukan di bawah tekanan dan tanpa mendapat dukungan dana dari pemerintah kolonial, tetapi semata-mata dari swadaya mumi pemimpin dan masyarakat Muslim itu sendiri. Dalam kenyataannya, kita temukan keadaan madrasah dan pesantren yang sangat heterogen sekali kondisinya, mulai dari yang mempunyai santri puluhan ribu sampai yang hanya puluhan, dari yang menyelenggarakan pendidikan di gedung bertingkat sampai yang hanya memanfaatkan ruang mushalla atau masjid. Di tengah bentuk dan kondisinya yang sangat beragam ini kedua lembaga pendidikan Islam ini mengalami perkembangannya masing-masing. Madrasah karena mengambil bentuk pendidikan sistem sekolah mengalami perkembangan yang pesat dan pada gilirannya lebih dahulu mendapatkan perhatian pemerintah untuk mendapatkan pembinaan. Sedangkan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bersifat nonformal dan sebagian besar dikelola secara perorangan oleh para pendirinya, pemerintah mengalami kesulitan untuk melakukan pembinaan secara langsung dan terprogram. Pembahasan tentang pendidikan Islam dalam tulisan ini akan lebih ditekankan kepada pendidikan madrasah.
Kedudukan Madrasah
dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pada masa penjajahan hingga tahun 1950-an madrasah memiliki konotasi sebagai lembaga pendidikan formal yang dibedakan dengan "sekolah" yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Perbedaan terletak pada dasar filosofi pendiriannya yaitu untuk mendidik anak agar mengetahui ajaran agama dan kemudian dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pendidikannya sangat sederhana dan lebih menekankan kepada dimensi moral dan spiritual. Madrasah semula tidak mementingkan ijazah dan tidak ditanamkan cita-cita untuk memperoleh pekerjaan apalagi menjadi pegawai negeri. Orientasi pendidikan yang dikembangkan lebih ditujukan untuk mencapai keridhaan Tuhan, yang pada gilirannya akan mendatangkan kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat keduniawian. Ketika zaman berubah dan kemerdekaan telah diperoleh, pemikiran untuk mengembangkan madrasah terus-menerus dilakukan. Kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Muslim akan lembaga pendidikan yang dapat melahirkan anak didik yang selain berilmu pengetahuan tinggi sekaligus memiliki agama yang kuat, semakin meningkat.
Kebijaksanaan pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama RI, untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah dimulai dengan program Madrasah Wajib Belajar (1958) sebagai upaya menjabarkan ide dalam UU No. 4 tahun 1950, pasal 10 ayat 2 yang berbunyi "belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar ..." dan dilanjutkan dengan SKB Tiga Menteri yang memberikan pengakuan kesederajatan antara madrasah dan sekolah. Kedudukan madrasah semakin kuat setelah diundangkannya UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN).
Menurut UUSPN, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan ke-bangsaan (pasal 4). Tujuan pendidikan ini secara jelas telah menganul pendekatan integratif antara ilmu pengetahuan dan agama. Dengan kata lain UUSPN tidak menganut paham pendidikan sekuler.
Madrasah dalam kerangka Ini ditempatkan sebagai "pendidikan keagamaan" yakni jenis pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan (pasal 11 ayal I dan 6). I )ari pasal ini sebenarnya terlihat lagi dikhotomi "sekolah agama" dan "sekolah bukan agama". Penggolongan ini memang tidak bisa dihindarkan sebagai conditio sine qua non karena masih ada anggapan dari kalangan kaum muslimin bahwa madrasah harus ada disamping sekolah umum.
Kedudukan madrasah baru menjadi sangat jelas ketika keluar Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1990 sebagai penjelasan UUSPN 1989 yang salah satu diktumnya menyatakan bahwa Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang berciri khas Agama Islam yang diselenggarakan Departemen Agama masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah (pasal 4 ayat 3). Sedangkan Madrasah Aliyah dalam hal ini diatur berdasarkan PP No.29 tahun 1990 yaitu sebagai pendidikan menengah keagamaan. Selanjutnya tanggung jawab pengelolaan madrasah dilimpahkan kepada Menteri Agama. Untuk itu seluruh pengadaan, pendayagunaan dan pengembangan tenaga kependidikan, kurikulum, buku pelajaran dan peralatan pendidikan dari satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (PP 28 Th. 1990 pasal 10 ayat 1-2 dan PP 29 Th. 1990 pasal 11 ayat 1-2).
Atas dasar UUSPN dan PP 28 dan PP 29 tahun 1990, Menteri Agama menetapkan kurikulum pendidikan dasar (KMA No. 372 tahun 1993) dan kurikulum pendidikan menengah keagamaan (Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Keagamaan) masing-masing dengan KMA No. 373 dan KMA No. 374. Dalam KMA ini kurikulum yang diberlakukan di madrasah sama dengan di sekolah umum sebagaimana terlihat dalam lampiran keputusan Menteri Agama yang menyertainya.
Peranan Madrasah dalam Memperkukuh Etika dan Moral Bangsa
Sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah tidak hanya dituntut untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah yang berciri khas keagamaan, tetapi lebih jauh madrasah dituntut pula memainkan peran lebih sebagai basis dan benteng tangguh yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa. Melihat hakekat pendidikan madrasah yang mencoba mengintegrasikan antara agama dan ilmu pengetahuan dan kedudukannya yang kuat dalam sistem pendidikan nasional, maka sekurang-kurangnya madrasah telah memainkan peran sebagai berikut.
1.Media Sosialisasi Nilai-nilai Ajaran Agama
Sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas keagamaan, melalui sifat dan bentuk pendidikan yang dimilikinya, madrasah mempunyai peluang lebih besar untuk berfungsi sebagai media sosialisasi nilai-nilai ajaran agama kepada anak didik secara lebih efektif karena diberikan secara dini. Sifat keagamaan yang melekat pada kelembagaannya menjadikan madrasah mempunyai mandat yang kuat untuk melakukan peran tersebut. Sedangkan sebagai sistem persekolahan, madrasah dimungkinkan melakukan sosialisasi agama secara massif. Masalahnya sekarang adalah sejauhmana kita dapat menciptakan madrasah yang mempunyai pendidikan agama yang berkualitas. Pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang digariskan telah berupaya melakukan berbagai pembenahan kondisi pendidikan madrasah, yang bersifat fisik maupun non fisik (kependidikan), khususnya melalui program peningkatan mutu madrasah, baik yang dibiayai dari dana rutin maupun dana bantuan luar negeri.
2.Pemelihara Tradisi Keagamaan (maintenance ofIslamic tradition)
Sebagai institusi pendidikan yang berciri keagamaan, salah satu peran penting yang diemban oleh madrasah adalah memelihara tradisi-tradisi keagamaan. Pemeliharaan tradisi keagamaan ini dilakukan di samping secara formal melalui pengajaran ilmu-ilmu agama seperti al-Qur'an, hadits, aqidah, akhlak, fiqh, bahasa Arab dan sejarah kebudayaan Islam; juga dilakukan secara informal melalui pembiasaan untuk mengerjakan dan mengamalkan syariat agama sejak dini. Misalnya, anak-anak sejak kecil dibiasakan untuk mengerjakan shalat dan puasa pada bulan Ramadhan; mengunjungi teman yang sakit atau kena musibah; mengucapkan salam bila bertemu kawan, dan sebagainya. Pemeliharaan tradisi keagamaan ini sedang mendapatkan tantangan dari perkembangan kehidupan yang semakin bersifat materialistik dan individualistik sebagai dampak dari pembangunan nasional, khususnya pembangunan ekonomi.
. 1 Membentuk Akhlak dan Kepribadian
Peran kultural madrasah dan pondok pesantren telah diakui oleh banyak pihak bahkan sampai sekarang. Sistem pendidikan pondok pesantren masih dianggap satu-satunya lembaga yang dapat mencetak calon ulama (reproduction of ulama). Banyak ulama dan pemimpin nasional yang menjadi panutan masyarakat dan bangsa lahir dari sistem pendidikan Islam ini. Hal ini bisa terjadi karena sistem pendidikannya di samping menekankan penguasaan pengetahuan yang luas juga sangat memperhatikan pendidikan etika dan moral yang tinggi. Tujuan pendidikan madrasah atau pesantren tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan pengetahuan-pengetahuan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati (Dhofier:1982).
4. Benteng Moralitas Bangsa
Pesatnya kemajuan pembangunan nasional selama tiga dekade ini telah membawa pengaruh positif bagi kemajuan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia, terutama tingkat kesejahteraan yang bersifat materi. Pendapatan perkapita masyarakat Indonesia telah meningkat pesat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pada gilirannya kemajuan ini telah ikut meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Sekarang ini masyarakat relatif cukup mudah untuk memperoleh pangan dan sandang. Namun, di sisi lain kemajuan ekonomi ini pada gilirannya juga telah melahirkan masalah-masalah baru, seperti kesenjangan sosial yang semakin tinggi antara yang kaya dan miskin, meningkatnya tindak kriminalitas, seperti pembunuhan dan perampokan sadis, meningkatnya jumlah kenakalan remaja, berkembangnya pergaulan bebas dan praktek prostitusi, merosotnya kepedulian sosial masyarakat. Kondisi ini menyebabkan masyarakat mulai melirik kembali kepada lembaga pendidikan Islam seperti madrasah atau pondok pesantren. Sepuluh tahun terakhir ini muncul kecenderungan sebagian keluarga kelas menengah di Indonesia untuk menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan madrasah dan pondok pesantren. Kecenderungan ini memberi bukti madrasah dan pesantren diyakini dapat menjat li benteng yang ampuh untuk menjaga kemerosotan moralitas masyarakat.
Lembaga Pendidikan Alternatif
Modernisasi kehidupan masyarakat akibat perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi yang diwu j i idkan dalam kegiatan pembangunan, telah melahirkan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan kehidupan masyarakal. Penyelenggaraan pendidikan sistem persekolahan (umum) secara masai pada tahap awal telah melahirkan kemajuan kemajuan yang menakjubkan, terutama dalam upaya untuk memberantas buta huruf dan meningkatkan kualitas penduduk yang berpendidikan sehingga dapat mencari penghidupan yang layak. Peningkatan kualitas pendidikan ini pada gilirannya telah mempercepat tumbuhnya tingkat kesejahteraan ekonomi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat menengah ke atas. Namun, peningkatan kua litas kesejahteraan ekonomi ini sayangnya tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan spiritual dan mental masyarakal Kemajuan-
kemajuan yang ada telah melahirkan bentuk kehidupan yang timpang. I ) disatu sisi mereka berkelebihan secara materi, tetapi disisi lain merasa kosong secara mental spiritual.
Menyadari kehidupan mereka yang kurang bahagia ini, mereka ingin menyiapkan anak-anaknya agar tidak mengalami keadaan yang sama. Mereka mulai mencari lembaga pendidikan alternatif yang mampu memberikan pendidikan yang seimbang antara ilmu pengetahuan dan agama. Membaca kecenderungan ini nampaknya madrasah dan pesantren memiliki kesempatan untuk berkembang sebagai altenatif pendidikan di masa datang.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa kesimpulan. Pertama, lembaga pendidikan Islam, khususnya madrasah dan pondok pesantren telah memainkan peran dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan melestarikan pemeliharaan etika dan moralitas bangsa. Hal ini dimungkinkan karena sebagai institusi pendidikan ia tidak hanya menekankan kepada penguasaan pengetahuan semata-mata, tetapi lebih jauh menekankan kepada pembinaan sikap dan perilaku moral yang
tinggi.
Kedua, sebagai lembaga pendidikan, yang mempunyai tradisi keagamaan yang kuat, madrasah dan pesantren telah mengambil peran aktif dalam memperkukuh dan memperkembangkan etika dan moral bangsa. Corak pendidikan yang dikembangkan di dalam sistem pendidikan madrasah atau pesantren, melalui sosialisasi nilai-nilai agama dan pembiasaan serta pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari semakin mempertegas peran madrasah dan pesantren sebagai benteng pemelihara moralitas kehidupan bangsa.
Ketiga, sebagai lembaga pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan imbang antara ilmu pengetahuan dan agama, madrasah dan pesantren dapat dikembangkan sebagai pendidikan alternatif bagi pendidikan nasional di masa datang. Masalahnya sekarang, sejauh mana kita punya tekad dan kesiapan secara serius memikirkan dan mengem-bangkan pendidikan Islam ini.
Daftar Kepustakaan
1.Bakar, Osman (1992), Classification of Knoiukdge in Islam, Kuala Lumpur, Institute for Policy Research.
2.Departemen Agama Rl(1975), Agama dan Pembangunan di In-donesia.
3.Santoso, Slamet Imam (1987), Pendidikan di Indonesia dari Masa ke Masa, Jakarta, CV. Masagung.
4.Steenbrink, A. Karel (1986), Pesantren Madrasah dan Sekolah, Jakarta, LP3ES.
5.Syafii, A. Mufid (1994), Mengajar Agama Islam Melalui Mata Pelajaran Umum: Catatan dari Pengalaman Lapangan, Makalah.
6.Trimo, Soejono (1986), Pengembangan Pendidikan, Bandung, Remadja Karya.
7.Jurnal Madrasah No. I Vol. 1 Th. 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar