VIVAnews - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dinilai banyak kalangan sangat tepat.
Salah satunya dari aktivis Koalisi Antikomersialisasi Pendidikan Jawa Barat. Mereka menggelar aksi dukungan terhadap sikap MK di depan Gedung Sate, Bandung.
"Kami mendukung sikap MK. Kami siap menyegel sekolah dan kepala sekolah yang tetap mempertahankan RSBI di Jawa Barat," kata koordinator aksi, Iwan Irawan, Rabu 9 Januari 2013.
Dia menilai, RSBI merupakan bentuk diskriminasi nyata bagi dunia pendidikan. Selain itu, banyak kepentingan di belakang RSBI.
"RSBI bahkan mendapatkan bantuan dari APBD. Dari APBD provinsi, RSBI mendapatkan bantuan Rp600 juta per tahun. Jumlah ini belum termasuk bantuan dari APBD kabupaten/kota," Iwan menjelaskan.
Justru, dia melanjutkan, dana bantuan dari APBD itu sering kali digunakan untuk studi banding ke luar negeri. Minimal, dalam setahun, kepala sekolah RSBI melancong ke luar negeri dengan alasan studi banding.
"Pokoknya kami dukung putusan MK. Jika ini tidak digubris, kami akan segel sekolah RSBI yang ada di Jawa Barat," tegas Yanyan Erdiyan, perwakilan salah satu kelompok aksi.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Pasal tersebut berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
"Menyatakan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," kata Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 8 Januari 2013.
Juru Bicara MK Akil Mochtar mengatakan, dengan dibatalkannya Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tersebut, maka RSBI harus dibubarkan. "RSBI yang sudah ada kembali menjadi sekolah biasa. Pungutan yang sebelumnya ada di RSBI juga harus dibatalkan," kata dia.
Mahkamah berpendapat, RSBI dapat membuka potensi lahirnya diskriminasi, dan menyebabkan terjadinya kastanisasi (penggolongan) dalam bidang pendidikan.
"Hanya siswa dari keluarga kaya atau mampu yang mendapatkan kesempatan sekolah di RSBI atau SBI (sekolah kaya atau elite). Sedangkan siswa dari keluarga sederhana atau tidak mampu (miskin) hanya memiliki kesempatan diterima di sekolah umum (sekolah miskin). Selain itu, muncul pula kasta dalam sekolah seperti SBI, RSBI, dan Sekolah Reguler," kata Akil.
Selain itu, Mahkamah berpendapat bahwa penekanan Bahasa Inggris bagi siswa di sekolah RSBI atau SBI merupakan pengkhianatan terhadap Sumpah Pemuda tahun 1928 yang menyatakan berbahasa satu yaitu Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, seluruh sekolah di Indonesia harus menggunakan bahasa pengantar Bahasa Indonesia.
"Adanya aturan bahwa Bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai pengantar untuk beberapa mata pelajaran seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal di RSBI/SBI, maka sesungguhnya keberadaan RSBI atau SBI secara sengaja mengabaikan peranan Bahasa Indonesia dan bertentangan dengan Pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahasa negara adalah Bahasa Indonesia," ujar Akil.
0 komentar:
Posting Komentar